JABARNEWS | PURWAKARTA – Gelombang aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang (UU) TNI terus meluas di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Purwakarta.
Aliansi Gerakan Purwakarta (AGP) yang terdiri dari koalisi masyarakat sipil, Aksi Kamisan Purwakarta, Aliansi BEM Purwakarta, dan Aliansi Mahasiswa Merdeka Purwakarta kembali turun ke jalan, menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Kabupaten Purwakarta, pada Senin, 24 Maret 2025.
Aksi ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan oleh AGP, mereka mendesak agar UU TNI yang baru disahkan tersebut segera dibatalkan.
Sebelumnya, pada Jumat (21/3/2025), mereka juga telah menggelar aksi serupa namun tidak mendapatkan respons yang memuaskan dari DPRD Purwakarta. Kali ini, kekecewaan mereka semakin memuncak karena tidak ada satu pun anggota dewan yang menemui massa aksi.
“Ini kedua kalinya kami menggelar aksi yang sama. Yang pertama kami masih ditemui salah satu unsur pimpinan DPRD meski responnya tidak sesuai harapan kami. Tapi di aksi kali ini, tidak ada satu orang pun anggota dewan yang menemui kami. Jelas kami kecewa dengan sikap DPRD Purwakarta,” terang Shela Amelia, Koordinator Aliansi BEM Purwakarta, Selasa (25/3/2025).
Ia menambahkan pihaknya hanya menuntut keberpihakan DPRD Purwakarta dengan menyatakan sikap mendukung judicial review terhadap UU TNI yang telah disahkan dalam waktu yang sangat singkat.
Dalam aksi tersebut, AGP ingin menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya:
- Cabut UU TNI yang telah disahkan pada Kamis, 20 Maret 2025.
- Usut tuntas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak instansi terkait.
- Tarik militer dari jabatan sipil dan kembalikan ke barak.
- Bubarkan komando teritorial.
- Usut tuntas korupsi dan bisnis militer.
- Laksanakan reformasi peradilan militer, agar tidak ada impunitas bagi anggota TNI yang melanggar hukum.
- Transparansi dalam legislasi, hentikan pembahasan yang tertutup dan libatkan publik serta akademisi dalam prosesnya.
- Hentikan tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat.
- Sahkan RUU Perampasan Aset, RUU PPRT, dan RUU Masyarakat Adat.
Harapan massa aksi untuk menyampaikan aspirasi secara langsung di hadapan wakil rakyat tidak terpenuhi. Setelah menunggu sejak siang hingga sore hari, mereka berupaya memasuki Gedung DPRD Kabupaten Purwakarta untuk menyampaikan pernyataan sikap.
Namun, upaya tersebut mendapat penghalangan dari aparat kepolisian, yang berujung pada aksi saling dorong.
“Kami sudah meminta masuk dengan baik-baik dan tidak digubris sehingga kami melakukan maju satu langkah dengan bertahap lalu diam. Sampai pada akhirnya terjadi dorong-dorongan, sedikit ricuh,” terang Shela.

Dalam insiden tersebut, salah satu peserta aksi didorong kepalanya oleh seseorang yang tidak dikenal.
“Teman saya didorong kepalanya saat merekam kericuhan oleh seorang pria berbaju merah kotak-kotak. Ketika dikejar, pria itu masuk ke dalam gedung DPRD,” jelas Shela.
Ia juga mengungkapkan bahwa peserta aksi lainya mengalami kekerasan fisik, yang diduga melibatkan oknum aparat kepolisian.