Daerah

Arogansi Berkedok Regulasi? PWI Jabar: Tanda Bahaya untuk Kebebasan Pers di Indramayu!

×

Arogansi Berkedok Regulasi? PWI Jabar: Tanda Bahaya untuk Kebebasan Pers di Indramayu!

Sebarkan artikel ini
Arogansi Berkedok Regulasi? PWI Jabar: Tanda Bahaya untuk Kebebasan Pers di Indramayu!
Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, mengecam tindakan Pemkab Indramayu yang dinilai mencederai kemerdekaan pers.

JABARNEWS| BANDUNG – Tanpa sosialisasi, tanpa dialog, dan hanya berbekal surat perintah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu tiba-tiba memerintahkan pengosongan Gedung Graha Pers—ruang yang telah menjadi rumah bagi para wartawan selama lebih dari 40 tahun. Keputusan sepihak ini memunculkan dugaan serius: benarkah ini sekadar penataan aset, atau justru bentuk pembungkaman terhadap suara kritis pers?

Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, menyebut pengusiran wartawan dari Graha Pers sebagai preseden buruk bagi demokrasi lokal. “Kalau wartawan diusir seperti ini, bisa diartikan sebagai upaya membungkam kemerdekaan pers,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (18/7/2025).

Gedung Bersejarah Diusir Tanpa Dialog

Gedung Graha Pers bukan sekadar bangunan kantor. Selama 40 tahun, tempat ini menjadi markas organisasi wartawan lokal yang turut menyebarluaskan informasi dan program pemerintah. Para bupati terdahulu mengakui peran wartawan sebagai mitra yang membantu menyampaikan agenda pembangunan kepada publik.

Namun kini, Pemkab Indramayu justru mengeluarkan surat pengosongan tanpa menyampaikan alasan atau tujuan penggunaan gedung tersebut. “Saya dengar tidak ada sosialisasi ataupun dialog sebelumnya dengan teman-teman yang berkantor di sana. Untuk apa dan mau dijadikan apa gedung itu? Tapi ini tidak dilakukan. Terlihat arogan dan sarat kepentingan,” tegas Hilman.

Baca Juga:  Penampakan Keindahan Flamboyan Bikin Warga Majalengka Geger

Alih-alih membuka ruang diskusi, pemkab memilih jalur administratif kaku yang menyulut kecurigaan publik. Hilman mempertanyakan urgensi kebijakan ini, terlebih saat tidak ada alasan darurat yang mendesak pengosongan gedung.

Pers Jadi Mitra, Mengapa Kini Justru Disingkirkan?

PWI menegaskan bahwa wartawan bukan beban, melainkan mitra strategis bagi pemerintah daerah. Media selama ini memainkan peran penting dalam menyampaikan informasi publik, mengawasi jalannya pemerintahan, dan memberikan kritik yang membangun.

Menurut Hilman, sikap Pemkab Indramayu memperlihatkan pandangan sempit terhadap fungsi pers. “Langkah mengusir seperti itu bisa menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indramayu dan nasional,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan ini tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. Mengucilkan wartawan dari ruang publik berarti menghilangkan salah satu instrumen pengawasan dalam sistem demokrasi.

Baca Juga:  Munas IX AMPI di Bandung Diwarnai Kericuhan

Ada Motif Tersembunyi di Balik Momen Pengosongan?

Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jawa Barat, Ahmad Syukri, menilai kebijakan ini patut dicurigai. Ia menyebutkan bahwa perintah pengosongan muncul di tengah proses rekonsiliasi internal PWI. “Kita paham soal aset, tapi ini dilakukan di tengah konflik di internal PWI. Kenapa baru sekarang ada perintah pengosongan? Ada motif apa?” ucapnya.

Menurut Ahmad, langkah tersebut memperkeruh upaya PWI dalam menyatukan kembali internal organisasi lewat Kongres Persatuan yang dijadwalkan berlangsung 30 Agustus 2025. Panitia Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) sudah dibentuk dan tengah bekerja menyiapkan agenda besar tersebut.

Ia menegaskan bahwa tindakan Pemkab Indramayu mencederai semangat persatuan. “Seharusnya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan manuver-manuver yang memperkeruh suasana,” katanya.

PWI Desak Kajian Ulang dan Dialog Terbuka

Melihat eskalasi persoalan ini, PWI Jawa Barat meminta Pemkab Indramayu untuk menghentikan kebijakan sepihak dan segera mengkaji ulang keputusan pengosongan Graha Pers. Hilman menekankan pentingnya musyawarah dalam setiap keputusan publik. “Ini tidak bisa serta-merta main surat pengusiran. Mana penghargaan terhadap profesi wartawan? Harusnya dibangun dialog untuk mencari solusi bersama,” ujarnya.

Baca Juga:  Pasangan Yossi-Aries Akan Perkuat Program PIPPK

Ahmad Syukri juga menilai dialog sebagai langkah terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. “Sebaiknya dibuka ruang dialog terlebih dahulu. Itu lebih elok dan elegan,” ujarnya.

PWI mengingatkan bahwa jika pemerintah terus bertindak sewenang-wenang terhadap organisasi pers, maka demokrasi lokal akan berada di ujung tanduk. Suara wartawan yang independen tak boleh dibungkam, terlebih dengan dalih penataan aset yang tidak transparan.

Jika situasi ini tidak segera dikoreksi, ketegangan antara pers dan pemerintah daerah berpotensi meluas. Dan pada akhirnya, masyarakatlah yang akan kehilangan akses terhadap informasi yang bebas dan independen.(Red)