M. Dwi Marianto dalam kuratorialnya mencatat bahwa Lian Sahar sempat mengalami stigma politik karena dianggap terasosiasi dengan kelompok kiri, khususnya LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Namun, gaya visual dan konsep seni yang ia usung lebih mengarah pada ekspresionisme abstrak dan seni untuk seni, yang justru bertolak belakang dengan prinsip realisme sosial yang dianut oleh LEKRA.
Pameran ini terselenggara berkat upaya ArtSociates dan Lawangwangi Creative Space, yang mengumpulkan karya-karya Lian Sahar dari koleksi Dr. Muhammad, seorang dosen pascasarjana Studi Pariwisata UGM yang telah mengoleksi karya Lian Sahar selama lebih dari 20 tahun. Pada awal 2025, sebanyak 154 karya dalam kondisi baik diakuisisi oleh Andonowati, Direktur ArtSociates.
“Garis pada karya Lian Sahar memukau saya hingga saya melihat sosok seniman yang mampu mengeksplorasi karya dwimatra dan trimatra dengan menakjubkan. Saya mulai mengenal dan mengagumi karya Lian Sahar sejak tahun 1994,” ujar Dr. Muhammad dalam acara pembukaan pameran.
Andonowati menambahkan bahwa perpindahan koleksi ke ArtSociates dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian karya-karya Lian Sahar agar dapat diapresiasi oleh publik secara luas. “Saya melihat pentingnya penyelamatan karya-karya ini, terutama karena kondisi penyimpanan sebelumnya mengakibatkan banyak karya rusak akibat serangan rayap,” ujarnya.
Pameran Diam yang Bergerak resmi dibuka untuk umum pada Jumat, 21 Februari 2025, dan diresmikan oleh Bambang Sugiharto. Acara pembukaan juga dimeriahkan dengan pertunjukan musik dan tari bertajuk Sound of Imagination #6 oleh Agung Gunawan dan Memet Chairul Slamet.