
Mella, menurut kurator pameran, menoleh pada pengalaman masa lalu yang hilang, lalu mengaitkannya dengan situasi kita hari ini dan apa yang mungkin hadir di masa mendatang
melalui dialog tiga orang penampil tersebut di atas; saling berbagi cerita mengenai persoalan pangan dan implikasinya pada lingkungan sebagaimana yang kita hadapi saat ini.
Andonowati, Direktur ArtSociates, mengatakan bahwa “Pameran Mella Jaarsma ini sangat menarik dan kontekstual dengan persoalan-persoalan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia Timur. Selain inspiratif dan kritis, karya-karyanya sangat akrab dengan kearifan lokal yang disajikan menjadi karya seni kontemporer. Mella Jaarsma pernah pameran tunggal di Lawangwangi Creative Space ketika saya mulai membangun galeri seni rupa kontemporer di sini.
Asmudjo Jono Irianto, pengajar FSRD ITB, mengatakan bahwa dilema yang dialami pemerintah terhadap ketahanan pangan nasional anggap saja jadi niat baik mereka, terlepas dari persoalan-persoalan social. Karya Mella pada pameran ini dibebankan oleh banyak persoalan-persoalan yang dinukil dalam konteks pameran ini.
Harapan untuk senirupa kontemporer bersifat kontributif pada persoalan-persoalan sekitar sudah pasti macet. Karena memang recognisi karya seni di masyarakat masih minim. Sekalipun kolektif seni menawarkan konsep lumbung sebagai metoda praktik seni rupa kontemporer saat ini.
Pada akhirnya karya-karya yang ditampilkan Mella pada pameran ini, menurut Arham Rahman, tidak menawarkan satu kesimpulan moral atas persoalan-persoalan yang diamati.
Akan tetapi, dia menodongkan serangkaian tegangan: manusia–alam, tradisi–kehidupan modern, pengetahuan lokal–kehidupan kontemporer secara terus-menerus. Lagipula, kita tidak bisa memanggil kembali sesuatu yang sudah hilang. Pengetahuan lokal yang berupaya dikais oleh Mella serupa residu dari masa lalu yang memungkinkan kita mempertanyakan ulang narasi besar tentang wacana “ketahanan pangan” yang digerakkan oleh semangat kapitalis-patriarki. (Red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News