JABARNEWS | BANDUNG -;Langkah Gubernur Jawa Barat mengganti nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih menuai badai penolakan dari berbagai penjuru. Bagi para ulama dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Barat, keputusan itu bukan sekadar perkara administratif—melainkan bentuk pengabaian terhadap akar nilai-nilai religius dan budaya lokal yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat.
Menghapus nama “Al Ihsan” dianggap sebagai langkah simbolik yang mencederai identitas spiritual umat dan mengabaikan sensitivitas publik yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap kebijakan pemerintah daerah.
Identitas Spiritual Digerus, Aspirasi Umat Dihilangkan
Pada Selasa pagi, 9 Juli 2025, suasana ruang rapat di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tampak khidmat. Sejumlah ulama dan tokoh masyarakat dari berbagai daerah hadir dalam audiensi resmi bersama pimpinan DPRD. Mereka menyuarakan penolakan tegas terhadap keputusan Gubernur yang tertuang dalam Keputusan Gubernur No. 445/Kep.306-Dinkes/2025 tentang penggantian nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih.
Asep Syaripudin, sebagai juru bicara aliansi, secara terbuka mengungkapkan kekecewaan publik atas keputusan tersebut. Dalam surat terbuka yang dibacakan di hadapan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan, dan Wakil Ketua Komisi V, Siti Muntamah, ia menyampaikan bahwa pergantian nama ini tidak hanya tidak relevan, tetapi juga merusak semangat religius yang telah melekat pada lembaga pelayanan kesehatan tersebut.
“Seyogyanya Gubernur meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja Rumah Sakit, melalui misalnya perbaikan manajemen atau perbaikan peralatan kesehatan, bukan merubah nama yang sudah bagus, yang sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat Jawa Barat, sudah sesuai dengan norma agama dan sudah sesuai etika,” tegas Asep, menggarisbawahi substansi keberatan masyarakat.
Aliansi Mendesak, DPRD Merespons
Respons dari pimpinan DPRD tak terlambat datang. Wakil Ketua DPRD, Iwan Suryawan, secara terbuka menerima surat aspirasi dari aliansi dan menyatakan komitmennya untuk segera menindaklanjuti suara masyarakat ini.
“Surat ini akan kami teruskan langsung kepada Gubernur Jawa Barat, Bapak Dedi Mulyadi, agar menjadi bahan pertimbangan dan masukan dari masyarakat,” ujar Iwan, memperlihatkan bahwa DPRD tak tinggal diam menghadapi gelombang penolakan ini.
Tak hanya itu, kehadiran Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Siti Muntamah, juga menjadi penanda bahwa isu ini mendapat perhatian serius lintas fraksi. Siti, yang juga kader Fraksi PKS, menegaskan bahwa aspirasi masyarakat merupakan roh dari kerja-kerja legislatif.
Fraksi PKS Angkat Suara: Jangan Cabik Partisipasi Publik
Fraksi PKS DPRD Jawa Barat menunjukkan sikap tegas. Melalui perwakilannya yang hadir dalam audiensi, mereka menyuarakan komitmen untuk menjaga ruang partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan publik. Bagi Fraksi PKS, pergantian nama RSUD bukan sekadar pengubahan label, melainkan persoalan identitas, makna, dan kedekatan emosional masyarakat dengan institusi yang mereka percaya.
Fraksi tersebut menilai bahwa perubahan nama RSUD Al Ihsan seolah menafikan peran masyarakat dalam proses penamaan yang semestinya demokratis dan partisipatif. Ketika pemerintah berjalan sendiri tanpa melibatkan publik, maka kebijakan kehilangan legitimasi moral.
Audiensi pun berlangsung dalam suasana terbuka dan penuh penghormatan, mencerminkan semangat demokrasi yang sesungguhnya. Namun di balik ketenangan forum itu, tersimpan pesan jelas: rakyat tak tinggal diam ketika nilai-nilai luhur agama dan budaya mereka dipinggirkan atas nama kebijakan sepihak.
Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Barat telah bersuara. Kini, bola panas berada di tangan Gubernur. Apakah ia akan mendengar denyut nadi masyarakat yang tersinggung atau tetap berjalan di atas jalur kekuasaan yang tak terikat pada akar rakyatnya? Satu hal yang pasti, perubahan nama bukan sekadar soal huruf. Ia soal jati diri, nilai, dan kepemimpinan yang seharusnya mendengarkan.(Red)