Penipuan Data Kependudukan Buat Kartu Prakerja Fiktif Raup Rp18 Miliar, Ini Kata Pakar

JABARNEWS | BANDUNG – Sindikat penipuan data kependudukan untuk menjadi peserta kartu prakerja fiktif meraih keuntungan hingga Rp500 juta dalam sebulan.

Dalam kasus penipuan data kependudukan untuk membuat kartu prakerja fiktif itu ada empat tersangka yang ditangkap tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar.

Mereka yang ditangkap saat penggerebekan dilakukan Polda Jabar di salah satu hotel di Kota Bandung itu yakni AP, AE, RW, dan WG. Mereka meraup uang hingga Rp18 miliar setelah beraksi sejak 2019.

Baca Juga: Update Data Akibat Erupsi Gunung Semeru, 22 Warga Tewas dan 27 Warga Dilaporkan Hilang

Pakar Hukum dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan menilai penipuan data kependudukan untuk membuat kartu prakerja fiktif itu bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

Baca Juga:  Alhamdulillah, Arab Saudi Tetap Selenggarakan Ibadah Haji Tahun Ini

“Jadi, ketika ada pemalsuan elektronik apapun bentuknya, maka akan runtuh tingkat kepercayaan publik pada institusi yang berbasis teknologi itu,” katanya, Senin 6 Desember 2021.

“Instansi terkait juga harus bertanggung jawab karena kan tingkat kepercayaan warga itu ke mereka (instansi). Itulah yang melekat pada kartu pintar atau semacamnya,” ujarnya.

Baca Juga: Cium dan Raba Mahasiswi Saat Bimbingan Skripsi, Dosen Ini Jadi Tersangka Pelecehan Seksual

Praktisi dan Pengajar Cybersecurity and Privacy dari Telkom University, Yudhistira Nugraha menilai, penipuan data kependudukan untuk membuat kartu prakerja fiktif lantaran sistem yang terlalu mudah untuk dipelajari oleh para pelaku. 

Kartu prakerja, terang dia, diakses dengan mengisi data nama, NIK, dan KK yang memang tertera di BPJS Ketenagakerjaan.

Baca Juga:  Inilah SKB Empat Menteri Soal Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi

Dengan demikian, untuk membuka akun prakerja maka hanya perlu memasukkan email dan adanya verifikasi lanjutan.

Baca Juga: Alun-alun Kota Bandung dan Kawasan Ini Diresmikan Minggu Depan, Berapa Anggarannya?

“Data yang digunakan itu saya enggak tahu memang yang bocor atau tidak, tapi yang jelas data itu bisa diakses sebagai penerima kartu prakerja lewat BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

Dia pun menyebut bahwa suatu sistem selalu memiliki celah. Para pelaku melihatnya, dan mempelajari alur bagaimana proses verifikasi dan sebagainya.

“Persepsi saya, mereka (pelaku) menggunakan data yang didapatkan seperti NIK dan KK dari BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya memang pernah bocor juga,” katanya.

Baca Juga:  Kapolri: Polwan dan Polki Punya Kesempatan yang Sama

Baca Juga: Aneh! Pelantikan Ratusan Pejabat Pemkab Tasikmalaya, Wakil Bupati Malah Tidak Tahu

“Jadi, data itu yang digunakan serta pasti ada dari yang mereka masukkan sebagai penerima prakerja. Sebab, tak semua warga peduli apakah dia mendapat kartu prakerja atau tidak,” ujarnya.

Dia mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan atau mengeluarkan regulasi UU perlindungan data pribadi (PDP). Sebab, regulasi itu sangatlah penting agar ada hukuman yang setimpal.

“Kalau RUU PDP ini disahkan maka bisa jadi efek jera bagi para pelakunya. Setidaknya, orang itu akan berpikir ulang ketika hendak berbuat kejahatan, karena ada sanksi pidana dan denda yang besar,” ucapnya. (Yan)***