Soal Penundaan Pemilu, Demokrat Jabar Sebut Lebih Parah dari Orba

Demokrat menilai jika penundaan Pemilu 2024 sama seperti orde baru

Anggota DPRD Jabar Fraksi Demokrat Asep Wahyuwijaya

JABARNEWS | BANDUNG – Wacana penundaan Pemilu 2024 di tengah kondisi pandemi dan ekonomi yang belum pulih dinilai sebagai upaya memperburuk tatanan negara.

Perpanjangan masa jabatan presiden ini pun dinilai akan merusak semangat reformasi.

Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya, mengatakan sangat jelas dan terang benderang bahwa pihaknya menolak dengan tegas usulan ini karena tidak ada alasan yang kuat sama sekali untuk dilakukan penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

“Mau atas nama alasan etik, filosofis, maupun sosiologis, tak ada dasarnya sama sekali. Semua hasil survei menunjukan keadaan menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan atau periodisasi masa jabatan presiden itu kan,” kata Asep melalui ponsel, Minggu 27 Februari 2022.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jabar ini mengatakan secara historis, apalagi, sebelum era reformasi dan saat orde baru berkuasa saja, pemilu tak pernah diundurkan. Setelah reformasi malah pernah dipercepat.

Anggota DPRD Jabar Fraksi Demokrat Asep Wahyuwijaya
Anggota DPRD Jabar Fraksi Demokrat Asep Wahyuwijaya

“Pada zaman orde baru, pemilunya tetap lima tahun sekali, hanya Pak Harto bisa terus berkuasa karena memang tafsir konstitusi soal periodisasi masa jabatan presiden saat itu tak dibatasi,” katanya.

Dengan adanya reformasi, katanya, maka masa jabatan presiden akhirnya dikoreksi, dibatasi, menjadi hanya dua kali.

Dia pun kemudian mempertanyakan alasan usulan pengunduran pemilu tersebut.

“Sekarang, tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, masa jabatan presidennya ingin ditambah melalui upaya akal-akalan penundaan pemilu, jauh lebih mengerikan dari orde baru kan,” katanya.

Dia menyatakan jika upaya penundaan pemilu dilakukan sebagai cara untuk memanjangkan masa jabatan presiden, maka ibaratnya bangsa ini sedang mencoba untuk membuka kotak pandora yang akan mengeluarkan banyak keburukan yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara.

“Jadinya kembali ke zaman yang bisa saja jauh lebih mengerikan ketimbang zaman orde baru. Apa itu, rezim despotik yang melahirkan banyak kesewenang-wenangan. Di era 4.0 dan masyarakat 5.0 ini bukannya maju pikirannya malah ingin mundur ke belakang,” katanya.