“Larangan ini bertujuan mencegah efek psikologis pasar yang dapat menekan harga telur konsumsi,” lanjut Agung.
Kebijakan ini dinilai efektif karena telah mulai memulihkan harga telur ayam ras di tingkat peternak, yang sebelumnya anjlok usai Lebaran.
Agung menjelaskan bahwa Permentan 10/2024 menjadi dasar penguatan tata kelola industri unggas nasional. Di dalamnya juga diatur kewajiban bagi pelaku usaha unggas dengan kapasitas lebih dari 60 ribu ekor/minggu untuk memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) sebagai bagian dari strategi hilirisasi.
“Kami dorong ayam tidak lagi menumpuk dalam bentuk hidup di pasar, tapi diolah menjadi karkas higienis dan bernilai tambah,” tegasnya.
Saat ini, harga ayam hidup nasional ditargetkan terus naik secara bertahap menuju harga acuan Rp21.000 hingga mencapai harga penjualan ideal sebesar Rp23.000 per kg. (Red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News