Padahal, yurisprudensi tetap Mahkamah Agung (MA) secara tegas menyatakan bahwa pajak tidak termasuk dalam kategori utang yang dapat dijadikan dasar permohonan PKPU.
Selain itu, dalam persidangan, Harmas tidak pernah menghadirkan kreditur lain yang sah (DJP) untuk mendukung klaimnya. Hal ini memperkuat keraguan terhadap keabsahan permohonan PKPU Harmas.
Selain itu, tuduhan bahwa BUKA memiliki utang jatuh tempo juga tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan oleh Harmas. Sebaliknya, fakta yang ada menunjukkan bahwa BUKA justru mengalami kerugian akibat wanprestasi Harmas yang gagal menyediakan ruang perkantoran di Gedung One Belpark.
Berdasarkan kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada Desember 2017, Harmas gagal menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai tenggat waktu dan gagal menyerahkan ruangan sesuai spesifikasi yang telah disepakati.
Akibatnya, BUKA terpaksa menuntut pengembalian dana booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar, yang hingga kini belum dikembalikan oleh Harmas.
Pencabutan Permohonan PKPU oleh Harmas Tidak Menghapus Kewajiban Hakim Untuk Memberikan Putusan
Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh BUKA menegaskan bahwa sengketa antara kedua belah pihak yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum memasuki titik akhir karena masih terdapat upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.