Kasus Bulliying yang Menjerat Audrey Menurut Kacamata Hukum dan Cara Menyikapinya

JABARNEWS | BANDUNG – Kasus Audrey yang menjadi korban bullying SMA di Pontianak tengah ramai diperbincangkan masyarakat. Dugaan kekerasan yang dialami Audrey alias A bermula dari cekcok akibat saling ejek antara A dengan siswi SMA di medsos.

Salah satu pelajar berinisial Ec alias NNA (17) mengakui perkelahian dimulai dari dirinya dengan A karena kekesalannya terhadap korban yang sering mem-bully dirinya di medsos. A dan para siswi SMA itu pun bertemu di tepi Sungai Kapuas, pada Jumat (29/3) untuk menyelesaikan cekcok dari medsos itu. Saat bertemu itulah terjadi perkelahian.

Menanggapi hal tersebut menurut ahli hukum Gun Gun Gunawan, SH, MH yang menjadi Ketua Posbakum di Pengadilan Negeri Bandung bahwa untuk kasus Audrey, korban dan pelaku masih di bawah umur. Maka untuk kasus tersebut menggunakan undang- undang perlindungan anak dengan kasus buliying, dapat dijerat Pasal 80 ayat 1 undang- undang perlindungan anak.

“Untuk kasus Audrey, kita ketahui bahwa korban dan pelaku sama- sama anak dibawah umur. Nah karena keduanya merupakan anak di bawah umur,maka dasar hukum yg berlaku itu UU Perlindungan Anak,” kata Gun Gun kepada Jabarnews yang di hubungi melalui WhatsApp siang ini (12/04/2019).

Baca Juga:  Waduh, Setiap Hari Ada 200-an Kasus COVID-19 di Garut

Gun Gun pun menambahkan, menurut informasi yang tersebar bahwa adanya tindakan bully hingga tindakan kekerasan yang dilakukan anak dibawah umur, maka dapat dijerat dengan Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 3 tahun 6 bulan.

“Namun yang jadi permasalahan disini adlh karena pelaku dan korban dibawah umur, maka digunakanlah sistem peradilan anak yang dimana ancaman hukuman dibawah 7 tahun harus dilakukan diversi,” jelasnya.

Diversi menurut Pasal 1 butir 7 UU Sistem Peradilan Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Garis besarnya dari diversi ini adalah adanya perdamaian di kedua belah pihak.

Baca Juga:  Sebelum Dibekali Senjata, Anggota Polres Sukabumi Jalani Serangkaian Tes

Namun menurutnya, ada yang beranggapan bahwa diversi ini dirasa tidak adil bagi korban yang mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis. Akan tetapi, diversi dilakukan belum tentu berhasil apabila satu keluarga/pihak korban menolak untuk berdamai dan tetap ingin melanjutkan proses hukum.

“Jika pelaku diketahui memiliki catatan kriminal lainnya yang sejenis,maka diversi bisa dianggap gagal,” katanya.

Menurutnya, bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali agresif dan manipulatif. Hal ini dilakukan oleh salah satu atau lebih orang terhadap orang lain atau beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan dan melibatkan ketidak seimbangan kekuatan.

“Tindakan bullying ini pun sebenarnya sudah diatur pada Pasal 80 Jo. Pasal 76C UU No. 35/2014. Isinya tidak beda jauh dengan tindakan yang menimpa Adrey dimana ancaman hukumannya bagi pelaku bullying itu maksimal 15 tahun apabila hingga menyebabkan korban anaknya meninggal dunia”, katanya.

Baca Juga:  Terpeleset saat Main Sepeda, Bocah Di Bojong Purwakarta Tewas Masuk Sumur

Namun ia merasa heran dengan kasus Audrey, pasalnya hasil visum berkata lain dari apa yang diceritakan. Mengingat, korban harus dirawat inap cukup lama di rumah sakit apabila memang tidak mengalami tindak kekerasan.

Menurut Gun Gun, bullying biasanya sering dialami oleh anak di lingkungan sekolah, salah satu contohnya saat ospek sekolah atau pengenalan sekola. Kerap kali para senior melakukan tindakan perpeloncoan atau kekerasan lainnya kapan para junior atau anak baru, dimana para senior itu menganggap suatu tindakan wajar. Padahal menurutnya, kalau bullying dilakukan di lingkungan sekolah sudah diatur di Pasal 54 UU No. 35/2014 tentang perubahan atas UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak.

“Terus bagaimana solusi nya apabila kita mengetahui adanya tindakan bullying itu di sekolah?. Cukup laporkan ke Dinas Pendidikan,pelaporan bisa dilakukan oleh siswa,orang tua atau bahkan masyarakat.” pungkasnya. (San)