Cincau Makin Mahal Di Purwakarta

JABARNEWS | PURWAKARTA – Para pengrajin yang biasa memproduksi Cincau, sebagai makanan khas berbuka puasa, dengan bahan baku dedaunan atau akar cincau, di Ramadhan tahun ini, dipastikan akan berkurang di pasaran. Meskipun ada harganya pasti relatif mahal.

Hal tersebut dikarenakan melonjaknya harga bahan baku cincau, dari semula Rp.7000/kg, menjadi Rp.40.000/kg. Zaenudin warga kampung Rawa roko ,Kelurahan Tegalmunjul, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta, yang mengaku sudah 10 tahun lebih membuat cincau, tahun ini banting stir membuat sekoteng dan agar agar.

“Biasanya bahan baku cincau, berupa dedaunan cincau yang sudah dikeringkan dikirim, dari Bogor ke sejumlah pengrajin cincau di Purwakarta, tapi sejak harganya naik tajam 6 kali lipat tak ada lagi kiriman,” ujarnya, Sabtu

(19/5/2018).

Baca Juga:  Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Terkonfirmasi Positif Corona

Namun karena para pengrajin, karena sudah terbiasa membuat bahan makanan pembuka puasa, meski tak lagi membuat cincau,diganti dengan memproduksi dagangan lain yakni agar-agar dan sekoteng.

“Tatacara produksi, cincau dengan dua produksi yang kini kami buatpun nyaris sama persis, baik cincau maupun agar-agar atau sekoteng, butuh penggodokan bahan baku dengan air panas, hanya bedanya, cincau berbahan baku daun cincau, sementara agar agar, dari rumput laut, dan sekoteng dari sagu,” paparnya.

Baca Juga:  Mario Gomez Puas Hasil Laga Kontra Borneo FC

Untuk pangsa pasar dan jumlah pekerja yang bekerja, lanjut dia, membuat produksi agar-agar dan sekoteng ini, masih tetap mempekerjakan anak-anak dan menantu, serta anggota keluarga. Apalagi usaha rumahan ini sudah digelutinya sejak 10 tahun lalu itu, meski terpaksa ganti produksi.

“Untuk penjualan agar agar dan cincau, saya masih menggunakan jaringan pedagang lama, yang sebelumnya menjadi langganan produksi cincau yang saya produksi, seperti di pasar tradisional Pasar Leuwi Panjang, pasar Plered, Wanayasa dan Bojong,” ujarnya.

Baca Juga:  Inilah Lima Tips Ampuh Hentikan Gejala Mimisan

Dari pasar pasar tersebut, lanjut dia, lalu menyebar ke warung-warung kecil di perkampungan. Ciri khas cincau atau agar agar, untuk menu berbuka ini, memilki varian warna, seperti merah, hijau, kuning dan orange.

“Yah, meski cincau saya ganti dengan produksi agar agar dan sekoteng, usaha ini tetap jalan terus,” pungkasnya. (Gin)

Jabarnews | Berita Jawa Barat