Hal ini menunjukkan perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya.
Masih menurut Kiai Cholil, larangan pernikahan beda agama diperjelas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 4. Disebutkan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai UU 1/1974 pasal 40.
Dalam pasal tersebut, kata Kiai Cholil, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Selain itu, pasal 44 KHI juga menyebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
Hal ini juga diperkual dalam pasal 61 yang menyebut bahwa tidak sekufu (serasi) tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah pernikahan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien.
Kiai Cholil juga menegaskan, mulai MUI, NU hingga Muhamadiyah telah menetapkan fatwa terkait hukum pernikahan beda agama. Ketiganya menetapkan bahwa pernikahan beda agama haram dan tidak sah. (red)