BP Perda: Tingkat Kesehatan Masyarakat Jabar Masih Rendah

JABARNEWS | BANDUNG – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP Perda) DPRD Provinsi Jawa Barat menggelar Hearing Dialog bersama para praktisi kesehatan. Hadir dalam kesempatan tersebut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Cirebon, BKPP Wilayah I Cirebon, Rumah Sakit Paru Cirebon, dan para praktisi kesehatan.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Barat Yedi Sunardi menjelaskan, Hearing Dialog tersebut dilaksanakan dalam rangka untuk menjaring informasi dan masukan dari para praktisi kesehatan dan pihak-pihak terkait penyusunan Raperda Kawasan Tanpa Rokok dan Penyelenggaraan Pengamanan Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

“Sehingga, BP Perda akan dapat masukan ataupun data langsung dari masyarakat yang berkepentingan dengan Raperda ini dan akan menjadi salah satu bahan pertimbangan kebijakan yang akan diambil dalam pembahasan raperda lebih lanjut,” katanya, Senin (29/10/2018).

Baca Juga:  Rayakan HUT RI Bareng Petani, Dedi Mulyadi: Agustusan Tahun Ini Sangat Bebeda

Hal senada diungkapkan Kepala BP Perda DPRD Provinsi Jawa Barat Habib Syarief Muhammad. Menurutnya, tingkat kesehatan masyarakat Jabar saat ini dalam kondisi yangg memprihatinkan, dan semakin kompleks.

“Semakin banyak pula masyarakat yang sakit. Sehingga, Amanat Undang-undang kesehatan yang telah mengatur anggaran bidang kesehatan sebesar 10 persen baik dari APBN maupun APBD,” ujar Habib.

Ia menambahkan, pada kenyataannya anggaran tersebut belum efektif dan belum menjadi solusi terbaik dalam menangani masalah kesehatan.

“Hal itu terlihat dari hari ke hari di hampir seluruh rumah sakit, baik rumah sakit rujukan maupun RSUD termasuk juga swasta terdapat antrean orang berobat yang bukan semakin berkurang. Selain itu, keberadaan BPJS yang dijadikan salah satu alternatif dalam penangan kesehatan ternyata juga belum mampu menjadi solusi,” jelas Habib.

Baca Juga:  Penjabat Bupati Temui Para Ulama

Tidak sedikit Perda yang telah ditetapkan sebagai produk hukum juga dalam aplikasinya tidak dapat berfungsi sebagai payung hukum. Habib menjelaskan, hal tersebut terjadi karena tidak konsisten dan tidak realistis.

“Karena mungkin pemikiran-pemikiran yang masuk dalam Perda tersebut tidak bisa mengkaper keseluruhan permasalahan yang ada ditengah masyarakat,” ucapnya.

Pihaknya berharap kegiatan dialog hearing bisa memberikan masukan dari bawah. “Mudah mudahan melalui kegiatan Hearing Dialog seperti ini kita dapat masukan langsung dari bawah bottom up . Sehingga dapat menghasilkan sebuah Perda yang memang jadi salah satu solusi yang berkaitan dengan Kesehatan Masyarakat,” kata Habib.

Baca Juga:  Tugas Pertama, Ema Diminta Siapkan RAPBD

Sementara itu Wakil Ketua Komisi V Yomanius Untung menyatakan, setelah tiga tahun diajukan oleh eksekutif raperda ini terkesan jalan ditempat sehingga komisi V berinisiatif untuk mengambil alih raperda itu menjadi hak inisiatif Komisi V.

Hal tersebut dilakukan agar proses perumusan raperda bisa terus berjalan. “Dengan asumsi bahwa Kawasan Tanpa Rokok itu punya dampak yang kuat, dan berpengaruh besar terhadap kondisi kesehatan lingkungan dan masyarakat. Jadi ini merupakan langkah proaktif kita menjadikan ini sebagai hak inisiatif Komisi V,” tegas Untung. (Wan)

Jabarnews | Berita Jawa Barat