Dahnil: Cak Imin Punya Massa, Jokowi Gak Jelas

JABARNEWS | JAKARTA – Presiden Joko Widodo rupanya tidak bisa menganggap remeh Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Menurut Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, karir politik Jokowi bisa hancur bila Cak Imin menarik diri dari koalisi pendukung Pilpres 2019.

“Cak Imin tinggal datang ke Pak Jokowi, lantas bilang ke Pak Jokowi hubungan elo-gw and. Maka Jokowi game over alias hancur,” katanya dalam Talk Show JOIN bertema ‘Muhaimin Iskandar; Cawapres Jokowi, Mengurai Potensi Jokowi-Cak Imin di Pilpres 2019’ di Bakoel Kafe, Cikini, Kamis (26/7).

Dahnil mengingatkan, Cak Imin datang ke Jokowi bukan sebagai bus kosong. Ia membawa gerbong PKB dan Nahdlatul Ulama (NU). Politik yang dimainkan Cak Imin saat ini sangat asik.

Baca Juga:  Pelajar SD di Purwakarta Ini Miliki Banyak Prestasi di Olahraga Sepatu Roda

“Bisa saja Cak Imin menjadi calon presiden, karena memang dia memiliki dua hal penting dalam politik. Kendaraan politik dan basis massa riil. Kalau Pak Jokowi kendaraan gak punya, basis massa tidak jelas,” ucapnya.

Pernyataan Dahnil senada dengan pandangan Direktur Riset lembaga survei Median, Sudarto. Menurutnya, Jokowi dihadapkan pada dua hal besar. Pertama, laju perekonomian yang masih dinilai masyarakat lamban dan memberatkan masyarakat. Kedua, Jokowi rawan diserang politik identitas.

“Kedua hal ini dapat menjadi senjata mematikan bagi Jokowi jika kubu posisi dapat meramu dengan baik. Politik di Pilgub DKI Jakarta bisa terulang di Pilpres,” katanya.

Sementara, kata Sudarto, hasil survei Median menunjukan bahwa posisi Cak Imin jika diduetkan dengan Jokowi akan mencapai angka 42 persen. Sedangkan jika Cak Imin diduetkan dengan Prabowo, tetap tinggi.

Baca Juga:  Ratusan Pelajar Dari Jakarta Belajar Buat Keramik Di Plered

“Kenapa bisa, karena Cak Imin dianggap mewakili politik identitas, yakni umat Islam dan memiliki gerbong massa yang riil. PKB pun sebagai partai politik terus bergerak menanjak, mengikuti pergerakan Cak Imin,” katanya.

Di tempat sama, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli melihat bahwa kebijakan Presiden Jokowi yang tidak populis dalam bidang ekonomi membuat dirinya dinilai kurang bisa memimpin perekonomian.

“Kebijakan ekonomi yang diambil Jokowi lebih dapat pengembangan ekonomi, belum menyentuh fundamental ekonomi,” katanya.

Merujuk pada hasil survei Median, kata Lili, politik identitas di Indonesia masih sangat kuat. Walaupun elit sudah berulang-ulang kampenye untuk tidak menggunakan politik identitas. Tapi faktanya politik identitas masih kerap digunakan karena berbiaya murah dan efektif.

Baca Juga:  Polisi Tangkap Siswa dan Siswi SMP yang Tawarkan Open BO di Tasikmalaya

“Di media sosial bahkan anggapan Pak Jokowi anti Islam masih menguat. Untuk itu, ia butuh cawapres berbasis massa Islam. Sosok Pak Muhaimin atau Cak Imin berhasil menjual JOIN, C1nta dan Panglima Santri serta memiliki partai berbasis massa Islam. Rasanya cocok bersanding dengan Pak Jokowi,” katanya.

Lili lebih jauh berkata, karekteristik PKB dan NU sangat spartan dan militan. Pemilu 2014 merupakan contoh nyata bagaimana PKB dan NU habis-habisan membela Jokowi dari serangan anti Islam dan komunis.

“PKB dan NU yang berjuang mengklarifikasi ke pesantren-pesantren dan seluruh wilayah basis massa Islam. Hingga akhirnya Pak Jokowi memenangi pertarungan di Pilres 2014. Jadi tidak salah kalau PKB bilang mereka punya saham di pemerintahan,” pungkasnya. (Har)

Jabarnews | Berita Jawa Barat