“Awalnya kami hanya diberi waktu tujuh menit. Tapi justru di situlah tantangan: bagaimana menyampaikan pesan penting dengan singkat, padat, dan menghentak hati,” ujar Arga.
Teater tersebut menggambarkan realitas pahit bagaimana produk Israel yang beredar di dunia ternyata menjadi bahan bakar mesin perang Zionis. Dalam adegan, seorang Indonesia membeli produk Israel, lalu setiap kali produk itu dikonsumsi, tentara Zionis menembakkan peluru ke warga Gaza.
Adegan berpuncak pada kesadaran: boikot produk Israel adalah bentuk nyata perlawanan. Pertunjukan ditutup dengan pengibaran bendera Palestina dan pekikan serentak, “Merdeka Palestina!”
Sebelum teater, penonton dibuat terharu oleh musikalisasi puisi Tanisa Fairuz, ketua RG UG PPI Pajagalan. Suara tegasnya menyampaikan bait-bait puisi yang menggugah nurani, menjadi simbol aspirasi santriwati.
Bagi santri, santriwati, dan Pemuda Persis, aksi ini menjadi bukti bahwa jihad kultural melalui seni, puisi, dan teater bisa menggugah kesadaran umat.
“Kita tidak hanya hadir dengan orasi, tapi dengan karya yang menyentuh nurani. Inilah kontribusi santri dan santriwati Persis untuk Palestina,” tegas Kang Joy.





