“Jadi tidak ada stratifikasi strata sosial, jadi kalau muncul Raden-raden di Sunda itu sebenarnya itu bukan nilai-nilai ke Sundaan itu kan pemberian dari Mataram saat menguasai Sunda. Kemudian, mereka memerlukan orang yang mengelola pemerintahan yang menjadi penghubung antara Mataram dengan rakyat,” jelasnya.
Dedi kemudian menyontohkan, ketika menjabat Bupati Purwakarta membuat terobosan baru filosofi baju Sunda yakni celana pangsi ikat yang dilipat dengan cepat dengan memakai baju komprang. Dia menyebut, orang Sunda selalu terbuka dalam berbicara dan tidak ada dendam dalam hidupnya.
“Sosialis loh orang Sunda itu. jadi kalau mau ngomong sosialis itu ya orang Sunda. Di Sunda itu tidak dikenal kepemilikan hak, tidak ada sebenarnya, ini tanah adalah titipan yang maha tunggal dan tugas manusia itu hanya melakukan pengelolaan tidak ada hak kepemilikan yang dibagi secara bersama,” bebernya.
Dedi menilai, sosialis ada di kampung adat yaitu Baduy sebab hidupnya berkelompok berkomunal, tapi harus dipahami bukan atheisme.
“Berkelompok berkumpul maka dia punya kelompok disebut padukuhan ada rumah jumlahnya 40, kemudian punya sistem pengelolaan ekonominya yaitu dia punya lumbung,” bebernya.