“Kerajaan-kerajaan Nusantara telah sejak lama memiliki jejak maritim yang kuat. Dari Samudera Pasai hingga wilayah lainnya. Semua itu adalah bukti bahwa leluhur kita adalah penguasa lautan yang berdaulat,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa sebelum Deklarasi Djuanda, laut di antara pulau-pulau Indonesia dikategorikan sebagai perairan internasional. Namun, berkat perjuangan tokoh seperti Ir. H. Djuanda dan Mochtar Kusumaatmadja, prinsip negara kepulauan kemudian diterima secara global melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dalam kesempatan tersebut, Farhan juga mengulas sejarah Kota Bandung dalam konteks pelestarian budaya, termasuk Pendopo Kota Bandung yang menjadi lokasi dialog. Pendopo ini merupakan bangunan bergaya arsitektur Sunda tertua di kota tersebut, yang sempat hancur dalam peristiwa Bandung Lautan Api 1946 dan dibangun kembali pada 1956.
“Kita berada di ruang yang sangat bermakna secara sejarah. Pendopo ini adalah simbol eksistensi peradaban Sunda yang tetap bertahan di tengah modernitas,” ungkapnya.
Farhan berharap ke depan, hubungan antara FSKN dan Pemerintah Kota Bandung dapat ditingkatkan dalam bentuk kerja sama formal yang berkelanjutan. Menurutnya, pelestarian budaya bukan hanya bersifat simbolik, melainkan harus terintegrasi dalam kebijakan pembangunan kota.