Guru Honorer Keluhkan Timpangnya Perlakuan Pemerintah

JABARNEWS | GARUT – Di tengah santernya pemberitaan terkait rencana pemerintah yang akan membuka rekrutmen CPNS dari pelamar umum Juli mendatang serta adanya tunjangan hari raya bagi pegawai negeri sipil (PNS) khususnya guru, ribuan guru honorer asal Garut siap kibarkan bendera jihad untuk turun ke jalan .

Aksi itu tentu tidak main-main. Kekesalan mereka terhadap ketidakadilan pada tenaga guru honorer menjadi jurang pemisah terlalu jauh antara honorer dan PNS.

Penderitaan mereka sudah di luar batas kewajaran, di tengah himpitan dan kesulitan ekonomi ditambah prilaku ketidakadilan pemerintah pada kaum honorer membakar semangat mereka untuk meminta keadilan.

Dikabarkan melalui media massa, para PNS akan mendapatkan tunjangan hari raya (THR) dan gajih ketiga belas dari pemerintah di luar gajih pokoknya.

Kabar itu bagi kaum honorer, “nyolok mata buncelik”, namun mereka hanya bisa menahan lara, mencoba menenangkan keluarga dari berbagai tekanan ekonomi lantaran penghasilannya sebagai guru honorer jauh di bawah garis kemiskinan.

Baca Juga:  Dedi Mulyadi Usul Agar Kementan Diberi Otoritas Untuk Serap Gabah Petani

Sebagai guru honorer, penghasilan mereka hanya mengandalkan Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) yang rata-rata diterima Rp. 300.000 sampai Rp. 500.000 per bulan dengan kewajiban mengajar dan jam kerja yang sama dengan PNS.

Adanya ketimpangan dan perlakuan buruk dari pihak pemerintah terkadang diperparah dengan perlakuan kurang baik dari kepala sekolah. Karenanya tuntutan meminta keadilan dan kesejahteraan pada pemerintah bukan omongan sandiwara atau mengemis, merengek rengek bagaikan bocah ingusan yang minta jajan pada Ibunya. Tetapi berdasarkan Undang Undang , negara berhak menjamin penghidupan yang layak bagi warga negaranya.

Diungkapkan salah seorang guru asal Garut, Asep, di tengah belum adanya kejelasan pembahasan Revisi UU ASN No. 5 Tahun 2014, malah Pemkab Garut berencana membuka lowongan CPNS dari pelamar umum Juli mendatang.

“Kami senang mendengar kabar ini, tapi bagi guru honorer yang usianya sudah di atas kepala empat, tentu menjadi risau. Honorer K2 di Kabupaten Garut rata-rata masa kerjanya sudah puluhan tahun. Dengan usia di atas rata-rata 35 tahun keatas,” katanya.

Baca Juga:  Siswa SMPN 4 Sumberjaya Peduli Sulteng

Bila rencana rekrutment CPNS di Garut dibuka Juli dari pelamar umum, bukan tidak mustahil kaum honorer tua akan tersisihkan, kalah oleh guru-guru muda bahkan mungkin yang sama sekali tidak pernah memiliki pengalaman mengajar, dengan begitu entah seperti apa nasib mereka ujar Asep . Senin/22/05 /2018 pada Jabarews.

Sementara itu, dikatakan Humas Forum Honorer Kategori 2 Indonesia Nasional, R.E Kurniadi, saat berada di Limbangan, Garut, Selasa (22/5/2018), pihaknya terus melakukan kordinasi terkait perjuangan forum ke berbagai daerah.

Diakuinya, Forum meminta pada puluhan ribu anggotanya untuk menahan diri agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan perjuangannya, karena mereka tengah melakukan kajian dan strategi bersama tim 9 FHK2 Indonesia keberbagai daerah khususnya di Jawa Barat.

Baca Juga:  Bupati Serdang Bedagai Bagi-bagi Daging Sapi, MUI Bilang Begini

“Perjuangan kita satu komando, berada di bawah komando Ibu Ketum FHK2I, Titi purwaningsih, S.Pd.,” ujarnya.

Mereka meminta Presiden Jokowi mengambil tindakan tegas dengan memanggil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Asman Abnur untuk mempercepat revisi UU ASN. Apalagi hasil rapat kerja wilayah Asosiasi DPRD se-Indonesia di Subang, kemarin salah satunya mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera menetapkan Revisi UU ASN. Ujar Retno pada Jabarnews.

“Kami sudah dapat instruksi dari Ketum FHK2I bahwa akan ada Aksi turun ke jalan secara besar-besaran ke Istana bila tidak ada langkah riil pemerintah dalam penyelesaian K2, siap angkat bendera jihad demi menjadi PNS. Tidak ada kata takut bagi honorer K2 karena kami hanya butuh keadilan. Yang lain bisa diangkat CPNS kenapa kami ditinggalkan terus,” tandasnya. (Tgr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat