Daerah

Kejati Jabar Bantah Kriminalisasi Arifin: Dua Alat Bukti Sah Jadi Dasar Tuntutan

×

Kejati Jabar Bantah Kriminalisasi Arifin: Dua Alat Bukti Sah Jadi Dasar Tuntutan

Sebarkan artikel ini
Kejati Jabar Bantah Kriminalisasi Arifin: Dua Alat Bukti Sah Jadi Dasar Tuntutan
Arifin Gandawijaya berbicara kepada pers usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung.

JABARNEWS | BANDUNGKejaksaan Tinggi Jawa Barat menegaskan bahwa proses hukum terhadap terdakwa Arifin Gandawijaya tidak mengandung unsur kriminalisasi, melainkan berdiri kokoh pada terpenuhinya dua alat bukti yang sah. Pernyataan ini disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Nur Sricahyawijaya sebagai respons atas klaim Arifin yang menuduh dirinya menjadi korban kriminalisasi dalam perkara dugaan pemalsuan surat.

Proses Hukum Profesional dan Transparan

Dalam siaran persnya pada Selasa, 2 Desember 2025, Nur Sricahyawijaya menjelaskan bahwa seluruh proses hukum telah berjalan sesuai standar hukum acara pidana. Ia menegaskan bahwa penyidikan, penelitian berkas, hingga pembacaan tuntutan, semuanya berlandaskan dua alat bukti yang sah.

“Proses hukum yang dijalani terdakwa sejak awal penerimaan berkas oleh Jaksa Peneliti hingga dibacakannya tuntutan, didasarkan pada adanya dua alat bukti atas unsur-unsur pasal dalam berkas perkara,” ujar Cahya.

Selain itu, ia menekankan bahwa unsur pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP telah dibuktikan melalui rangkaian fakta persidangan yang mencakup keterangan saksi, dokumen, dan fakta material lain. Dengan demikian, proses yang berjalan dinyatakan telah memenuhi standar pembuktian yang berlaku.

Baca Juga:  Legenda Dibalik Gunung Gede Pangrango Dan Talaga Warna

Klaim Kriminalisasi Arifin dan Surat ke Presiden

Sebelumnya, Arifin Gandawijaya menggulirkan narasi kriminalisasi setelah mengaku telah mengirim surat ke Presiden Republik Indonesia untuk meminta perlindungan hukum. Ia menyebut dirinya menjadi korban mafia tanah dan menganggap perkara yang menjeratnya sarat rekayasa.

Klaim tersebut mencuat seusai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasan Nurodin menuntut Arifin dengan pidana 1 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung pada Senin, 1 Desember 2025. Narasi itu kemudian berkembang cepat di ruang publik.

Namun, Kejati Jabar menilai pernyataan tersebut tidak memengaruhi substansi perkara. “Fakta persidanganlah yang membentuk keyakinan terhadap perbuatan terdakwa. Tidak ada kriminalisasi. Semua didasarkan pada alat bukti yang sah,” kata Nur.

Kejati Bantah Balas Dendam

Selain membantah kriminalisasi, Nur Sricahyawijaya juga menolak anggapan bahwa tuntutan JPU merupakan balas dendam atau tekanan eksternal. Ia menyampaikan bahwa seluruh proses persidangan dilakukan secara terbuka, sehingga publik dapat mengawasi jalannya persidangan.

Baca Juga:  Tatang Sudrajat Pimpin PDPKN, Dosen dari Seluruh Nusantara Sepakat Aklamasi

“JPU membacakan tuntutan secara terbuka untuk umum. Ini bukan balas dendam. Tuntutan disusun murni berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan,” tegas Cahya.

Ia menekankan bahwa akuntabilitas menjadi prinsip utama penegakan hukum. Karena itu, opini-opini eksternal yang berkembang di luar persidangan tidak dapat menggeser kekuatan alat bukti yang telah diuji di ruang sidang.

Awal Mula Kasus: Dugaan Surat Palsu 

Kasus yang menjerat Arifin bermula dari proses Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 51.000 m² antara dirinya dan almarhum Jeje Adiwirya pada 15 April 2015. Setelah Jeje meninggal dunia, ahli waris menemukan surat pernyataan yang dianggap janggal dan tidak sesuai dengan dokumen yang semestinya tercantum dalam transaksi.

Mereka menilai terdapat kesalahan penulisan nama serta keterlibatan pihak-pihak yang tidak seharusnya muncul dalam dokumen tersebut. Karena itu, mereka melaporkan dugaan pemalsuan surat kepada pihak kepolisian. Setelah melalui proses penyelidikan, berkas perkara dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke JPU.

Baca Juga:  Perum Bulog Bandung Pastikan Stok Pangan Aman Jelang Akhir Tahun

Kejati Jabar kemudian menegaskan bahwa tuduhan mengenai dokumen hilang, permainan mafia tanah, atau rekayasa administrasi merupakan argumentasi pembelaan yang sah, tetapi tetap harus diuji di persidangan. “Semua itu harus diuji berdasarkan alat bukti,” ujar Nur.

Menunggu Pleidoi, Publik Menanti Putusan

Setelah pembacaan tuntutan dan munculnya berbagai pernyataan dari kedua pihak, persidangan memasuki tahapan pleidoi, di mana tim kuasa hukum Arifin memiliki kesempatan untuk menyampaikan pembelaan tertulis. Pada tahap ini, majelis hakim akan menilai keseluruhan fakta persidangan, termasuk bantahan kriminalisasi yang disampaikan terdakwa.

Sementara itu, Kejati Jabar menegaskan bahwa penegakan hukum pada kasus ini berjalan dalam koridor yang tepat dan terukur. Kini, publik menunggu bagaimana majelis hakim mempertimbangkan seluruh fakta hukum yang tersaji di persidangan sebelum menjatuhkan putusan akhir.