Menurutnya, Bank BJB sebagai lembaga keuangan pelat merah harus segera berbenah dengan mengedepankan transparansi dan keadilan bagi nasabah.
“Bank BJB harus dikelola oleh individu yang profesional dan berintegritas. Sistem perbankan yang diterapkan tidak cukup hanya memenuhi standar Bank Indonesia, tapi juga harus adil bagi nasabah,” tegasnya.
Jika praktik-praktik merugikan ini terus dibiarkan, Asep Sundu menilai bahwa citra Bank BJB akan semakin memburuk dan merugikan ribuan nasabah yang telah mempercayakan keuangannya kepada lembaga keuangan milik Pemprov Jabar tersebut.
Jabarnews.com telah menghubungi pihak BJB melalui telepon dan email ke Corporate Secretary BJB untuk memverifikasi dan meminta tanggapan. Namun, hingga berita ini dimuat, belum ada jawaban dari pihak Bank BJB.
Kejadian Lama Yang Kembali Terulang
Keluhan nasabah seperti Asep Sundu terkait kebijakan Bank BJB ini bukan hal baru. Pada 2018, Tim Satuan tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) mengekspose temuannya terkait pemblokiran dana nasabah Bank BJB, terutama milik Aparatur sipil Negara (ASN) dan guru di wilayah Jawa Barat.
“Berdasarkan pengaduan, pemblokiran dana kredit antara Rp3 juta sampai 15 juta per orang, per nasabah,” ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Pusat Irjen Widiyanto Poesoko, pada 26 Oktober 2018.
Selain itu, dugaan pelanggaran lain yang dilakukan yakni adanya perbedaan besaran suku bunga perbankan dengan bank lain.
“Lalu pungutan asuransi terkait proses kredit tersebut. Lalu pelapor sulit melakukan pelunasan atau proses pengalihan kredit ke bank lain,” kata Widiyanto menjelaskan pihaknya menduga adanya pelanggaran tersebut berdasarkan koordinasi dengan pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat, OJK Regional 2 Bandung, dan unsur bank itu sendiri.
Akibat laporan tersebut, pada saat itu BJB diduga melanggar pasal 53 ayat 1 Peraturan OJK Tentang Perlindungan Konsumen dengan sanksi administrasi seperti peringatan tertulis, denda kewajiban untuk membayar keuangan, hingga pencabutan izin kegiatan usaha.
“Terkait pelanggaran perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, bank tersebut harus diberikan sanksi dan atau proses hukum untuk memberikan efek jera,” ujar Widiyanto, pada tahun 2018 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Irfan, Direktur Utama Bank BJB pada tahun 2018, meminta maaf kepada nasabah.
Saat itu, ia mengungkapkan pemblokiran rekening nasabah kredit ini dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko perbankan. Pihaknya ingin memastikan nasabah memiliki kemampuan untuk membayar angsuran dalam setiap waktunya.