JABARNEWS | BANDUNG – Optimalisasi pendapatan daerah tak lagi cukup hanya mengandalkan mekanisme pemungutan pajak konvensional. Ketua Komisi II DPRD Kota Bandung, H. Aries Supriyatna, menegaskan pentingnya transformasi menuju sistem berbasis data yang terintegrasi, agar arah kebijakan dan penyusunan APBD lebih tepat sasaran. Upaya ini juga perlu ditopang pemanfaatan teknologi modern seperti tapping box untuk memastikan transparansi dan akurasi pendapatan dari sektor pajak hotel, restoran, hingga parkir.
Data Akurat Menjadi Fondasi Pendapatan Daerah
Aries menilai, inti persoalan pendapatan daerah sesungguhnya terletak pada ketersediaan data. Menurutnya, data akurat menjadi dasar dalam merumuskan target pemasukan. Tanpa basis data yang valid, proyeksi penerimaan hanya akan bersandar pada perkiraan semata.
“Persoalan paling mendasar terkait dengan data. Jadi persoalan pendapatan itu akhirnya pada data. Ketersediaan data akurat menjadi dasar prediksi berapa pendapatan yang akan kita targetkan. Data yang valid ini nampaknya menjadi persoalan yang belum terselesaikan secara baik,” ujar Aries saat menjadi narasumber Forum Group Discussion (FGD) Pajak Daerah Kota Bandung, di Hotel Grandia, Bandung.
Diskusi Pajak Daerah Mengemuka
Dalam forum diskusi Selasa 16 September 2025, Aries mencontohkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak hanya berhubungan dengan objek bumi maupun bangunannya. Dinamika wajib pajak juga memengaruhi, mulai dari pembebasan PBB bagi masyarakat tidak mampu hingga penilaian atas aset yang terus meningkat nilainya.
“Secara nilai tentu objek pajak berupa aset akan terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu, terkait PBB penting disediakan data yang dievaluasi secara berkala sebagai pedoman dalam menyusun target pendapatan yang akan dimasukkan ke dalam APBD,” tuturnya.
Selain itu, Aries menyoroti masalah parkir di bahu jalan. Menurutnya, potensi penerimaan dari sektor ini belum tergarap maksimal karena sistem pendataan yang tidak memadai. Tanpa evaluasi berkala dan teknologi pendukung, keakuratan data retribusi maupun pajak tidak akan tercapai.
Teknologi sebagai Instrumen Transparansi
Lebih lanjut, Aries menekankan pentingnya penggunaan teknologi tapping box sebagai instrumen transparansi. Teknologi ini dinilai mampu memberikan pasokan data real-time mengenai jumlah pendapatan yang benar-benar disetorkan, terutama dari sektor hotel, restoran, dan parkir.
“Dengan teknologi tapping box sebetulnya bisa membantu pasokan data untuk menakar sejauh mana pendapatan disetorkan, terutama dari sektor pajak hotel, restoran, hingga parkir,” ujarnya.
Ia juga meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bandung mengoptimalkan kinerja berbasis data. Menurutnya, data tersebut bukan hanya menjadi pedoman teknis, tetapi juga pijakan strategis bagi DPRD dalam menyusun APBD.
“Penyusunan APBD itu diawali dengan melakukan inventarisir atau pendataan terkait dengan rencana pendapatan dalam penyusunan APBD. Dalam setiap rapat Badan Anggaran, diskusi kita cukup panjang dan mendalam terkait dengan persoalan target pendapatan pemerintah kota. Bagaimana peranan data sangat vital dalam mengoptimalisasi pendapatan daerah. Ketersediaan data valid akan memudahkan penyusunan APBD dan pelaksanaan anggaran,” jelasnya.
Grand Design Pajak Daerah dan Pandangan Akademisi
Aries berharap, FGD pajak ini tidak berhenti sebatas forum diskusi, tetapi menjadi landasan penyusunan grand design pendapatan daerah yang berkelanjutan. “Mudah-mudahan diskusi ini, termasuk masukan dari para pakar, kita bisa merancang sebuah sistem yang dibangun dari data yang akurat. Saya berharap ke depan kita memiliki grand design pendapatan Kota Bandung dengan sistem yang melandaskan pendataan yang akurat terhadap sumber pendapatan,” tambahnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pengamat ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, menegaskan bahwa persoalan database merupakan hal mendasar yang harus segera dibenahi. Tanpa basis data yang terintegrasi, penerimaan pajak akan sulit dioptimalkan.
Menurutnya, penerimaan pajak dipengaruhi banyak faktor, mulai dari jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), inflasi, hingga tingkat kesadaran wajib pajak. Oleh karena itu, strategi penerimaan pajak daerah tidak hanya menyoal teknis pemungutan, melainkan juga menyangkut sistem yang lebih terencana.
“Perencanaan penerimaan pajak belum optimal. Database pajak daerah yang belum terintegrasi. Wali kota harus mengampanyekan kesadaran bayar pajak. Soal insentif termasuk pembebasan bayar pajak di bawah 100 ribu, misalnya. Supaya warga taat bayar pajak, masyarakat harus diberikan info yang positif,” kata Acuviarta.
Dengan demikian, pembahasan dalam FGD Pajak Daerah Kota Bandung menegaskan bahwa masa depan pendapatan daerah bergantung pada keberanian untuk membangun sistem berbasis data yang akurat, memanfaatkan teknologi, serta mengedepankan transparansi. Tanpa itu semua, target optimalisasi pajak dan retribusi akan sulit tercapai.(Red)