“Tidak ada dasar hukum yang jelas dan saya amati ini menyinggung banyak pihak warga Sunda di mana-mana. Saya sudah cek ke mana-mana. Saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z nya bahasa Sunda,” katanya.
Lebih lanjut Ridwan Kamil mengatakan, biasanya, bahasa daerah diucapkan hanya pada momen tertentu, seperti saat menyampaikan ucapan selamat, pembuka pidato atau penutup pidato, atau di tengah-tengah saat ada celetukan.
“Makanya harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya, kelihatannya tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu,” tuturnya.
Ridwan Kamil pun menekankan bahwa bahasa daerah akan mewarnai penuturan dalam berbagai kesempatan yang mencirikan kekayaan dan keberagaman Indonesia.
“Makanya Pancasila, Bhineka Tunggal Ika itu mewakili semangat itu. Jadi kalau ada yang rasis seperti itu, menurut saya harus diingatkan tentunya dengan baik-baik dulu lah,” ucapnya.***