Ngenes, Janda Anak Dua Ini Hanya Makan Singkong Untuk Sambung Hidup

JABARNEWS | GARUT – Satu lagi warga miskin di Kampung Simpang, Desa Simpang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat luput dari pendataan program perlindungan sosial. Eni (30), janda beranak dua itu kerap harus makan ubi jalar atau singkong lantaran keadaan ekonominya sangat sulit.

Itu Eni lakukan ketika ia sulit mendapatkan uang. Pekerjaannya sebagai buruh serabutan memang tidak menjamin setiap saat akan mendapatkan penghasilan. Eni mengalami penderitaan itu setelah sejak empat tahun lalu ditinggal suaminya yang meninggal dunia. Kini hidupnya sangat miskin, rumahnya sempit dan tak layak huni.

Sebagai buruh serabutan, ia mengaku makan ubi karena tak punya uang untuk beli eras.

“Kadang saya dan anak saya terpaksa makan ubi atau singkong hasil minta dari tetangga, karena tak punya uang untuk membeli beras,” katanya, Minggu (23/9/2018).

Baca Juga:  Mendes PDTT Dorong BUMDes Jadi Sumber Utama Pembangunan Desa

Sebenarnya, kata Eni, tak tega memberikan anaknya ubi atau singkong ketika tak mampu beli beras. Namun tak ada yang ia lakukan selain itu.

“Daripada mencuri, mending makan apa yang ada,” ujarnya sambil menyusut air mata.

Kepala Desa Simpang, Atan, mengatakan, berdasarkan laporan RT/RW sesekali warga yang menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) suka memberi sebagian beras pada Eni. Namun, tentunya kurang maksimal.

Diakuinya, Eni luput dari pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. Akibatnya, Eni tidak termasuk ke dalam basis data terpadu.

“Menurut laporan RT dan RW sesekali warga penerima manfaat BPNT itu suka memberi beras alakadarnya pada Eni secara sukarela. Eni sendiri memang bukan penerima BPNT. Kami tidak bisa mengintruksikan karena takut salah,” ujar Atan.

Baca Juga:  Kasus DNA Pro, Polisi Bakal Periksa DJ Una Minggu Depan

Sementara itu, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Cikajang, Dedeng Hamam, membenarkan Eni luput dari pendataan sehingga tidak terdapat dalam Basis Data Terpadu (BDT) angka kemiskinan.

“Benar Ibu Eni tidak mendapatkan bantuan program sosial dari pemerintah,” ucapnya.

Menurutnya, pendataan itu sendiri dilakukan oleh petugas pendataan pada 2011 dan divalidasi pada 2015.

Dia menjelaskan, kemungkinan tidak masuknya Eni ke BDT karena pada saat pendataan Eni masih memiliki suami. Waktu itu, kehidupannya dinilai lebih baik dibandingkan saat ini.

“Eni terlewatkan dari pendataan. Namun, ada kemungkinan saat itu tidak begitu separah sekarang. Setelah suaminya meninggal empat tahun lalu, ia hanya buruh serabutan untuk menghidupi kedua anaknya,” terangnya.

Baca Juga:  Fahira Idris Minta Aparat Waspada Pasca 2 Ulama Di Aniaya

Kata Dedeng, saat program bantuan sosial beras sejahtera (rastra) ada kebijakan dari desa untuk Eni. Namun, saat berubah menjadi BPNT sulit melakukan langkah itu. Pasalnya, penerima BPNT itu memiliki kartu combo dan rawan kalau bagi bagi pada yang lain.

“Bila mereka yang mendapatkan BPNT mau berbagi dengan fakir miskin yang lain, itu kesadaran mereka sendiri,” ujarnya.

Saat ini upaya yang sedang dilakukan TKSK Kecamatan Cikajang adalah membantu menyekolahkan putra Eni yang sudah tujuh tahun belum sekolah. Selain itu mendaftarkan Eni agar terdata dalam BDT.

“Semoga saja banyak yang terketuk hatinya membantu meringankankan beban yang dialami Bu Eni,” pungkasnya. (Tgr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat