Aspadin Tolak Pelabelan Risiko BPA untuk Kemasan Air Minum, Ini Alasannya

JABARNEWS | BANDUNG – Hubungan industri air minum kemasan bermerek dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyentuh titik terendah, di tengah upaya agresif lobi industri mengganjal rencana otoritas mengadopsi kebijakan modern pelabelan risiko paparan senyawa kimia BisphenolA (BPA). 

Dalam sepekan lebih terakhir, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), organisasi lobi yang mewakili 900 perusahaan air minum bermerek, gencar menyatakan penolakan atas rencana pelabelan itu karena dianggap berpotensi membunuh industri air kemasan, utamanya perusahaan level kecil-menengah.

“Ini sama saja dengan vonis mati,” kata Ketua Umum Aspadin, Rakhmat Hidayat, dalam sebuah webinar. 

Baca Juga: Fakta Baru Penyiraman Istri Muda di Cianjur, Air Keras Ditemukan dalam Lambung

Baca Juga: Agar Tetap Nyaman Saat Digunakan, Lakukan Cara Ini Saat Memilih Sepatu Olahraga

Dalam rancangan kebijakan yang tengah digodok BPOM sejak awal tahun, semua produk air minum kemasan bermerek nantinya wajib mencantumkan label risiko BPA.

Baca Juga: Majukan Masyarakat Desa, PADI Gandeng PPKB Brimob

Baca Juga: Waduh! Terdampak Banjir Asahan Mulai Terserang Berbagai Penyakit

Detailnya: galon bermerek yang menggunakan Polyethylene terephthalate (PET), jenis plastik kualitas tinggi dan bebas BPA, diizinkan mencantumkan label “Bebas BPA”.

Baca Juga:  Vaksinasi Covid-19 di Jabar Capai 175.223 Dosis per Hari, Ini Targetnya

Sedangkan label dengan redaksi “mungkin/dapat mengandung BPA” diberlakukan untuk produk galon isi ulang berbahan Polikarbonat, jenis plastik yang bahan baku produksinya mengandalkan BPA.

Riset di sejumlah negara sejak awal 1990’an menunjukkan BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan, pada level tertentu, dapat memicu risiko kesehatan yang serius. Lantaran itu lah, banyak negara sejak jauh-jauh hari telah mengadopsi batas migrasi BPA yang dianggap aman.

Di Indonesia, BPOM mematok batas migrasi maksimal BPA 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan bermerek. Pengecekan rutin BPOM atas kepatuhan industri pada pemenuhan batas migrasi itu menunjukkan paparan BPA pada semua merek air kemasan di dalam negeri masih dalam batas aman.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Karir 7 Desember 2021: Capricorn, Aquarius, dan Pisces

Baca Juga: Ramalan Zodiak Kesehatan 7 Desember 2021: Aries, Taurus, dan Gemini

Kendati, riset mutakhir oleh sejumlah peneliti pasca 2019 menunjukkan BPA tetap membawa risiko tersendiri pada kesehatan manusia meski level paparannya di bawah ambang batas berbahaya yang telah diadopsi banyak negara.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Karir 7 Desember 2021: Capricorn, Aquarius, dan Pisces

Baca Juga:  Momen saat Sandiaga Uno Cegat Angkot di Kota Bandung: Sang Sopir Kaget saat Tahu Ini

Baca Juga: Poltabes Medan Pindahkan 306 Tahanan ke Lapas Tanjung Kusta, Ini Kata Kapolda Sumut

Perkembangan itulah yang antara lain mendorong BPOM menggulirkan rancangan kebijakan penyelarasan pelabelan air minum kemasan agar bisa sejalan dengan standar kebijakan pelabelan di berbagai negara. 

Namun menurut Rakhmat, rancangan kebijakan itu justru bisa memperkeruh iklim bisnis lantaran konsumen seolah-olah digiring untuk menghindari galon isi ulang yang dicitrakan tidak sehat.

Padahal, katanya, bila pengusaha beralih ke galon yang bebas BPA, selain membutuhkan investasi besar, bakal muncul masalah lingkungan yang baru dari penggunaan galon baru.

Di luar itu semua, dia bilang belum ada bukti bahaya penggunaan galon isi ulang dalam jangka panjang terhadap kesehatan. 

Baca Juga: Poltabes Medan Pindahkan 306 Tahanan ke Lapas Tanjung Kusta, Ini Kata Kapolda Sumut

Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan Umumkan PPKM Level 3 Nataru Batal, Tapi Syarat Perjalanan Tetap Diperketat

Sejauh ini, Kementerian Perindustrian termasuk yang kencang mendukung perlawanan lobi industri galon isi ulang. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, dalam beberapa kesempatan mengungkap kekecewaannya pada BPOM yang dia anggap “terburu-buru” dalam menggulirkan pelabelan risiko BPA. 

Baca Juga:  Aplikasi Si Keren Permudah Pengelolaan Arsip di Pemkab Bekasi

Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan Umumkan PPKM Level 3 Nataru Batal, Tapi Syarat Perjalanan Tetap Diperketat

Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan Umumkan PPKM Level 3 Nataru Batal, Tapi Syarat Perjalanan Tetap Diperketat

“Seharusnya kita sama-sama menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri agar bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam sebuah diskusi media pada Kamis ,2 Desember 2021. 

Menurut Edy, ada 900 unit perusahaan air minum kemasan bermerek di Indonesia yang menyerap 40 ribu orang tenaga kerja. Pada 2020, penjualan industri air minum kemasan bermerek mencapai 29 miliar liter, di mana sekitar 70% di antaranya adalah penjualan dalam wadah galon isi ulang. Data lain menunjukkan sekitar 60% dari total penjualan galon isi ulang itu dikuasai oleh tujuh perusahaan besar, dengan Danone-Aqua berada di puncak. 

Perlawanan lobi industri galon isi ulang belakangan mendapat dukungan dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian. Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh, dalam sebuah diskusi menyatakan “terkejut” mendengar rencana pelabelan BPA. Dia berharap BPOM menimbang kembali pro dan kontra terkait pelabelan risiko BPA. 

“Saya berharap BPOM mengkaji ulang rencana kebijakan itu,” katanya.***