Mantan Kepala BNN: Fariz RM Dipenjarakan Bukan Solusi

JABARNEWS | BANDUNG – Mantan Kepala BNN Anang Iskandar menilai penyanyi Fariz RM yang ditangkap Polres Jakarta Utara, Jumat (24/8/2018), merupakan refleksi kegagalan penegakan hukum dengan memenjarakan penyalah guna.

Pasalnya, bagi Fariz RM ini merupakan yang kali ketiga ia tertangkap dengan kasus yang sama, yakni penyalahgunaan narkotika. Menurutnya proses penegakan hukum tersebut, jelas tidak menyelesaikan masalah.

’’Hal ini malag masalah menimbulkan masalah. Sebab, orientasi penegakan hukum harus berputar arah, tidak lagi menghukum penjara tapi menghukum rehabilitasi. Hal sesuai tujuan UU No 35/2009 tentang narkotika,’’´katanya.

Dalam UU tersebut, yakni penegakan hukum bersifat melindungi, menyelamatkan penyalah guna, menjamin upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna atau pecandu.

Mantan Bareskrim ini melanjutkan, perkara Fariz RM maupun kasus Jennifer Dunn yang juga tiga kali tertangkap, serta perkara penyalah guna lainnya dalam kaca mata penegakan hukum adalah perkara dimana tersangkanya adalah merupakan sakit pengidap adiksi kronis.

Dia akan berhenti mengonsumsi narkotika kalau ’diterapi’ dengan hukuman rehabilitasi. ’’Itu sebabnya UU narkotika memperkenalkan hukuman rehabilitasi dan mewajibkan hakim memperhatikan dan menggunakan kewenangan (pasal 103) untuk menghukum rehabilitasi bagi penyalah guna bagi diri sendiri (pasal 127/2),” ungkap Dosen FH Universitas Trisaksi Jakarta.

Baca Juga:  Permudah Akses ke Lokasi Wisata, Peningkatan Kualitas Jalan Banjaran-Pangalengan Harus Tuntas

Karena tidak ada keserasian antara ketentuan UU dan pelaksanaan penegakan hukum, kata dia,  khususnya upaya paksa dan penjatuhan sanksi terhadap perkara penyalahgunaan narkotika, maka perlu ada manajemen koordinasi penegakan hukum yang kuat.

Itu dilakukan agar implementasi penegakan hukum tetap memperoleh kepastian hukum, memenuhi rasa keadilan dan bermanfaat bagi tersangka dan kita semua, katanya.

Makanya, perlu managemen penegakan hukum yang bener. Tujuan penegakan hukum terhadap perkara penyalahgunaan yakni mencegah, melindungi, dan menyelamatkan penyalah guna (pasal 4b). Kemudian, menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi medis dan sosial (pasal 4d), sehingga penegakan hukum terhadap perkara penyalah guna bersifat humanis dan rehabilitatif untuk mewujudkan tujuan itu.

Penegakan hukum harus dikoordinasikan dengan baik melalui forum penegak hukum narkotika. Agar penegakan hukum berlandaskan UU narkotika yang bersifat humanis dan rehabilitatif dengan upaya paksa dan penghukuman berupa rehabilitasi dapat terlaksana.

Baca Juga:  Nama 'Bu Risma' Tranding Twitter Karena Ini , Netizen: Beliau Mestinya Aware

’’Itu mengingat penegakan hukum bersifat represif dengan penahanan dan sanksi hukuman penjara hanya cocok untuk para pengedar,’’ katanya.

Selama ini, lanjut Anang, penyalah guna seperti Jennifer Dunn dan Fariz RM diperlakukan seolah olah seperti pengedar dengan cara disidik. Mereka berdua dituntut dengan pasal berlapis, subsidiar atau pasal kumulatif dengan pasal pengedar.

Sehingga selama proses penegakan hukum tersangka penyalah guna ditahan dengan pasal pengedar dan divonis dengan sangsi berupa hukuman penjara.

Penegakan hukum bersifat rehabilitatif

Berdasarkan tujuan dibuatnya UU narkotika (pasal 4) dan ketentuan beracara dalam perkara penyalah guna narkotika (pasal 54, 55 dan 103) serta berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung no 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalah guna, pecandu dan korban penyalah gunaan narkotika maka penegak hukum dengan mudah membedakan mana penyalah guna dan mana pengedar.

Penyalah guna untuk diri sendiri itu (pasal 127/1) apabila kepemilikan narkotikanya jumlah tertentu (sedikit) untuk pemakaian sehari kalau sabu berat barang buktinya 1 gram kebawah, kalau jumlah barang bukti nya 1 gram keatas tergolong sebagai pengedar (pasal 111 atau 112 atau 113, atau 114).

Baca Juga:  Formasi Penerimaan CPNS Tahun 2018 Capai 238.015

Secara teknis, penyalah guna tidak boleh disidik dan dituntut secara berlapis, subsidiar dan kumulatif karena bertentangan dengan arah tujuadibuatnya UU narkotika, tidak memenuhi sarat ditahan (pasal 21 KUHAP) sebagai gantinya wajib ditempatkan kedalam lembaga rehabilitasi sesuai tingkat pemeriksaannya dan diberikan sangsi rehabilitasi yang sifatnya wajib (pasal 127/2 dan 103/1)

Hukuman rehabilitasi itu sama dengan hukuman penjara, dimana masa menjalani rehabilitasi dihitung sama dengan menjalani hukuman (pasal 102/2) Untuk menjamin agar penyalah guna direhabilitasi maka berdasarkan turunan UU narkotika yaitu PP no 25/2011 pasal 13 penegak hukum diberi kewenangan untuk menempatkan penyalah guna narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi sesuai tingkat kewenangannya.

“Artinya mulai tingkat penyidikan penuntutan dan peradilan sudah dapat dilakukan penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagai wujud jaminan bahwa tersangka penyalah guna dijamin rehabilitasi,” tandasnya. (Abh)

Jabarnews | Berita Jawa Barat