Berikut Sejarah Gunung Galunggung Dan Prasasti Geger Hanjuang

JABARNEWS | BANDUNG – Sebagai warga Jawa Barat pasti pernah mendengar kata Gunung Galunggung. Yang teringat selain sebagai icon pariwisata Tasikmalaya gunung ini juga dikenal karena letusannya yang cukup dahsyat pada tahun 1982.

Namun demikian apakah sebagai warga Jawa Barat khususnya warga Tasikmalaya tahu dengan sejarah Gunung Galunggung ini. Mari kita bahas tentang sejarah gunung ini.

Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut. Terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya. Selain meletus tahun 1982 Gunung Galunggung juga tercatat pernah meletus pada sekitar Tahun 1822.

Letusan ini tercatat menewaskan 4.011 jiwa masyarakat terdekat ke lokasi Gunung tersebut. Selain itu, menghancurkan 114 Wilayah Desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.

Baca Juga:  Kursi Wabup Bekasi Kosong, Bupati Eka: Tidak Ada Kendala

Pada tahun 1987 lokasi Wisata Alam mulai dibuka. Ditawarkan sebagai alternatif baru berwisata di kawasan Tasikmalaya, Tepatnya di Desa Linggajati Kecamatan Sukaratu. Dikelola atas Kerjasama Pihak Dinas Pariwisata dan Budaya, yang bekerjasama dengan pihak Perhutani Kabupaten Tasikmalaya.

Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan. Antara lain objek wisata berupa Pemandian Air Panas alamiah plus Lokasi Wisata Kolam Renang Air panas. Juga daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani.

Baca Juga:  Wali Kota Bekasi Keluarkan Surat Keputusan Soal PSBB, Ini Isinya

Menurut misteri, asal usul, Mitos Sejarah Gunung galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini terdapat suatu Rajamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya.

Tempat Sejarah Gunung Galunggung merupakan salah satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari Hyang pada abad ke-XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syekh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.

Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang membuat susuk/ parit pertahanan. Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung).

Baca Juga:  Kunker ke Jambi, Komite I DPD RI Serap Informasi Persoalan Pilkada Serentak

Sementara naskah Sunda kuno lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah–petuah yang disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasaGalunggung pada masa itu kepada anaknya.

Sementara Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang telah melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke Jawa sempat menuliskan Galunggung dalam catatan perjalanannya.

Penulis: Muhammad Amaludin