Bahkan, Eka mengaku, jika dibandingkan dengan sentra usaha lainnya, Kampoeng Radjoet malah kebanjiran pesanan di masa pandemi. Apalagi sekarang pakaian rajut sudah menjadi fesyen sehari-hari.
Di Ramadan ini, Kampoeng Radjoet Binong Jati juga mengalami kenaikan penjualan. Sejak terjun ke dunia digital, dalam satu tahun trafficnya bisa tiga kali mengalami kenaikan.
Dulu, 90 persen pemasukan dari offline, 10 persen dari online. Namun, kini sebaliknya, online menjadi ceruk utama mesin-mesin di Kampoeng Radjoet tetap hidup.
“Terutama di Ramadan ya, itu pasti. Khususnya di pakaian kasual dan hijab yang biasanya pembeliannya naik. Para reseller saya dari TKI dan TKW di Singapura dan Malaysia juga sering minta tambah stok. Kita juga sempat ekspor 50.000 lusin kupluk ke Amerika,” paparnya.
Meski sempat merasakan angin segar, Eka mengatakan, akhir-akhir ini para perajut dihadapkan dengan harga bahan baku benang acrylic wool yang semakin mahal.