4 Raperda Tak Kunjung Disahkan, DPRD Purwakarta Tunggu Angpaw?

JABARNEWS | PURWAKARTA – Pengesahan sejumlah rancangan peraturan daerah (Raperda) menjadi Perda oleh DPRD Purwakarta masih menemui hambatan. Berkembang isu, terhambatnya pengesahan tersebut dikarenakan belum terpenuhinya ‘uang’ ketuk palu atau angpaw bagi legislatif.

Dikutip dari laman RMOLJabar, ada empat raperda yang diprakarsai DPRD Purwakarta hingga kini nasibnya terkatung-katung. Diantaranya, raperda tentang penyelenggaraan kepemilikan satuan rumah susun, pengolaan limbah domestik, penyelenggaraan kepariwisataan dan raperda sistem pelayanan PDAM Kabupaten Purwakarta.

Dan ada dua raperda lagi, yang diinisiasi Pemkab Purwakarta yang mengalami hal yang sama. Yakni, raperda kawasan tanpa rokok dan pencabutan Perda No 16 tahun 2011 tentang retribusi izin gangguan.

Baca Juga:  Daop 2 Bandung Imbau Masyarakat Waspada Penipuan Mengatasnamakan Progam KAI

Terkait hal tersebut, Ketua Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP) Hikmat Ibnu Ariel mengatakan, istilah uang ketok palu seakan menjadikan lembaga DPRD memiliki dua wajah.

“Satu sisi wajah baik dengan membawa semangat aspirasi keterwakilan rakyat. Sisi lain nampak wajah peminta-minta. Bahwa untuk bisa diketok palu sebuah Raperda menjadi Perda harus ada duitnya,” ujar Ariel, Senin (5/11/2018).

Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa uang ketok palu itu memang ada. Jika ditafsirkan semuanya tanpa kesepakatan, namun yang jadi masalah adalah jika masing-masing pihak punya pengertian berbeda.

“Ambil pengertian uang ketok palu merupakan sesuatu yang dimaksud masyarakat sebagai imbalan atas keputusan yang dihasilkan DPRD yang berkaitan dengan Peraturan Daerah (Perda) atau Perda tentang APBD. Berdasarkan definisi tersebut, maka jika ini maksudnya, uang ketok palu tidak ada di DPRD. Apalagi lembaga DPRD, tugas dan kegiatannya dibiayai APBD, termasuk untuk mengesahkan Perda tersebut,” tuturnya.

Baca Juga:  Darma Wijaya Ajak Menantu Presiden Jokowi Uji Adrenalin di Trek Arung Jeram Sipispis

Sehingga bukanlah uang ketok palu, jika setelah mengambil keputusan terkait APBD para anggota DPRD dapat uang. “Bisa jadi itu merupakan uang representasi atau tunjangan rapat atau uang perjalanan dinas yang dibolehkan Undang-Undang terkait,” ucapnya.

Namun, lanjut Ariel, kemungkinan yang jadi masalah dalam hal ini adalah uang ketok palu yang di luar uang-uang seperti tersebut di atas. “Jika begini, uang ketok palunya masuk kategori gratifikasi atau suap dengan tujuan agar semua pembahasan dan pengesahan Perda tidak dipersulit,” kata Ariel.

Baca Juga:  Kabupaten Sukabumi Ajukan 1,4 Juta Warga Dapatkan Vaksin Covid-19

Ia menenggarai hal tersebut motivasinya cenderung agar pembahasan Raperda berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti.

“Jika semuanya dilewati dengan baik dan benar, harmonisasi pembahasan bersama terkait raperda terjadi antara eksekutif dan legislatif maka tidak akan muncul motivasi dan niat untuk memberikan uang ketok palu. Dan tentu saja ini akan memperlancar roda pembangunan di Purwakarta,” tutur Aril. (Abh)

Jabarnews | Berita Jawa Barat