APBD Bekasi Defisit Rp900 Miliar

JABARNEWS | KOTA BEKASI – Defisit Rp 900 miliar pada APBD Kota Bekasi, harus menjadi perhatian serius pemangku kebijakan guna mewaspadai situasi keuangan daerah. Demikian diungkapkan Banggar DPRD Kota Bekasi Chairoman J Putro.

“Ada beberapa hal yang memicu bengkaknya defisit APBD 2018 di Kota Bekasi. Ini harus menjadi perhatian serius pemangku kebijakan,” kata Chairoman J Putro di Bekasi, Jumat (31/8/2018).

Menurut dia, ada beberapa faktor pemicu defisit anggaran tersebut, di antaranya kebijakan kepala daerah yang menambah Tunjangan Penambahan Penghasilan (TPP) terhadap 6.000 lebih Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada 2018, Pemkot Bekasi mengalokasikan anggaran hingga Rp1,4 triliun untuk biaya gaji pegawai atau mengalami kenaikan 20 persen dibanding 2017.

Baca Juga:  Disparpora Cianjur Sebut PAD Pariwisata Lampaui Target

Untuk kenaikan belanja pegawai, pejabat eselon III B atau sekelas kepala bidang bisa mengantongi penghasilan rata-rata Rp35 juta per bulan. Rinciannya Rp25 juta tunjangan perbaikan penghasilan dan sisanya gaji pokok pegawai sesuai golongan atau masa kerja.

“Biaya belanja pegawai Pemkot Bekasi cukup tinggi dibanding dengan daerah lain di Jawa Barat, sehingga membebani postur keuangan daerah,” ujar dia.

Choiroman melanjutkan, faktor pemicu lain, adanya pengerjaan proyek tahun jamak yang menjadi janji politik kepala daerah, Rahmat Effendi. Ada sejumlah proyek lanjutan infrastruktur pada 2018. Misalnya, relokasi Mapolrestro Bekasi, rehabilitasi kantor Kejaksaan Negeri, relokasi Kantor Layanan Imigrasi, pembangunan kolam retensi penanggulangan banjir serta sejumlah proyek duplikasi jembatan penanggulangan kemacetan.

Baca Juga:  Uu Ruzhanul Ulum Bicara Prospek Jabar Selatan, Ternyata Ini Potensinya

Seluruh kegiatan tersebut ditangani oleh dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di antaranya Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi dengan total kebutuhan anggaran sekitar Rp1 triliun.

Selain itu, Banggar juga menyoroti tentang pembiayaan Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) senilai Rp200 miliar untuk menutupi biaya kesehatan masyarakat. Lalu, penambahan jumlah tenaga kerja kontrak (TKK) di seluruh OPD.

Baca Juga:  Lapas Kelas II B Cianjur Kini Miliki Pemimpin Baru

“Pemerintah sekarang sedang mati suri, karena dana yang tersisa saat ini hanya untuk keperluan gaji pegawai seperti honor tenaga kerja kontrak dan tunjangan aparatur,” ucap Choiroman.

Dia merinci, penambahan TKK di seluruh OPD menjadi beban keuangan daerah karena selain memperoleh gaji Rp3,9 juta per bulan, mereka juga mendapat TPP sekitar Rp1 juta sampai Rp2,5 juta per bulan. Pada 2017, jumlah TKK di Kota Bekasi sekitar 4.000 orang, namun 2018 ditambah sekitar 9.000 orang.

“Nilai TPP di kalangan aparatur dipotong menyesuaikan keuangan daerah dan menghentikan sementara proyek tahun jamak,” tutur Choiroman. [jar]

Jabarnews | Berita Jawa Barat