Setiap kali ada pengiriman amunisi tak terpakai, Agus dan sejumlah warga lainnya dipanggil kembali untuk bekerja.
Pekerjaan itu, menurut Agus, berlangsung sekitar dua belas hari per sesi. Upah yang diterima bervariasi tergantung peran masing-masing.
“Yang koordinator atau yang dituakan dibayar Rp 200 ribu, yang lainnya Rp 150 ribu,” ungkapnya.
Selain menjadi buruh bongkar amunisi, Agus mengaku bersama rekan-rekannya juga memungut sisa-sisa logam dari lokasi peledakan. Barang-barang tersebut kemudian mereka jual sebagai rongsokan.