“Alasan paling mendasar adalah masyarakat lebih memilih mempertahankan wasiat dari para pendahulu dibandingkan mengikuti perkembangan zaman. Alasan kedua karena belum dibutuhkan, buktinya tanpa pengeras suarapun para jemaah tetap datang untuk beribadah,” ucap Arif.
Apalagi, kata dia, kondisi sosial di kampung ini berlatar belakang pendidikan pesantren yang para pendahulunya banyak menimba ilmu ke Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau dikenal dengan nama Mama Sempur, yang dikenal dengan ketasawufannya.
“Masyarakat di sini masih banyak memegang erat nasehat-nasehat daripada ulama yang memegang tasawuf itu sendiri,” ucap Arif. (Gin)