Tunaikan Zakat Fitrah sebagai Momentum Peningkatan Nilai Spiritual dan Sosial

Zakat
Ilustrasi zakat fitrah. (Foto: Tribunnews).

Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan yang berpuasa dari omongan yang tidak ada manfaatnya dan omongan kotor, serta memberi makanan pada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat (`Id) maka zakatnya adalah diterima. Dan barangsiapa yang melaksanakannya setelah shalat maka ia shadaqah sebagaimana shadaqah biasa lainnya.”

Kewajiban menyerahkan zakat fitrah kepada delapan golongan yang telah ditentukan dalam al-Quran surat at-Taubah : 60. Kedelapan golongan itu wajib diberikan bagian dengan rata. Akan tetapi menurut Yusuf Qardhawi pendapat ini telah dibantah oleh Ibnu Qayyim yang menyatakan bahwa pengkhususan zakat fitrah diberikan kepada orang-orang fakir miskin saja, sebab merupakan hadiah dari Nabi saw.

Baca Juga:  Menyoal Larangan Sahur On The Road, MUI Cianjur: Lebih Baik ke Tenda Pengungsian

Menurutnya Nabi tidak pernah membagikan zakat kepada golongan yang delapan, tidak pernah menyuruh dan tidak juga dilakukan oleh para sahabat sesudahnya, bahkan salah satu pendapat adalah tidak boleh menyerahkan zakat fitrah kecuali hanya kepada golongan miskin saja. Senada dengan pendapat ini, menurut Mazhab Maliki juga berpendapat bahwa zakat fitrah itu hanya diberikan kepada golongan fakir miskin.

Baca Juga:  Baznas Jabar Targetkan Pendapatan Zakat Rp1,6 Triliun, Ada Instruksi Khusus dari Ridwan Kamil

Adanya perbedaan ini lebih pada penekanan dalam tataran aplikasinya di mana fakir miskin harus menjadi perioritas dalam pembagiannya, sebab hadis Nabi saw. memerintahkannya demikian dan tidak juga bermakna menutup ashnaf-ashnaf lainnya tetapi harus disesuaikan dengan tingkat kemaslahatannya sebagaimana ditunjukkan surat al-Taubah ayat 60.

Baca Juga:  Refleksi Ramadhan Berkebudayaan di Tunisia

Manfaat Zakat Fitrah

Adapun manfaat zakat fitrah yang pertama, untuk mensucikan jiwa orang yang berpuasa dari perkara yang merusak puasanya, seperti perkataan-perkataan kotor atau jorok seperti mengumpat dan mencaci serta perkataan kotor lainnya. Kedua, membangun kepedulian kepada orang yang sangat membutuhkan uluran tangan kita (fakir miskin). Ketiga, mengembangkan harta yaitu ketenangan batin mustahik yang akan mengantarkannya berkonsentrasi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta.