Berdiri di Lahan Sengketa, PT Tjitajam Minta BPN Kepastian Hukum GCC Bogor

JABARNEWS | BOGOR – Belum adanya kepastian hukum kepada ratusan warga perumahan Green Citayam City (GCC) yang perumahannya terancam digusur karena berdiri di lahan sengketa di Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menjadikan Perseroan Terbatas Tjitajam mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor agar memberikan payung hukum yang jelas kepada konsumen.

“Kami siap memberikan konsultasi hukum dengan dasar kemanusiaan karena konsumen dan PT Tjitajam sama-sama jadi korban,” kata kuasa hukum PT Tjitajam Reynold Thonak, Sabtu (8/2).

Baca Juga:  Ketahui, Tiga Skill Ini Harus Dimiliki Oleh Kurir Paket Saat COD

Pasalnya, berdasar putusan Mahkamah Agung RI No : 2682 K/PDT/2019 yang sudah inkrah pada 4 Oktober 2019, lahan seluas 50 hektare yang saat ini dijadikan perumahan subsidi GCC itu dimiliki oleh PT Tjitajam, sedangkan PT Green Construction City sebagai pengembang kawasan itu dianggap menyerobot lahan.

Menurut Reynold, pihaknya pada bulan Desember lalu sudah meminta BPN Kabupaten Bogor untuk menerbitkan sertifikat sebab putusan hukum sudah menegaskan kepemilikan lahan.

Baca Juga:  Emil Sebut 9 Warga Jabar di Natuna Siap Dipulangkan

“Sertifikat ini untuk memberikan kepastian,” katanya menegaskan.

Untuk itu, kata dia, BPN sebaiknya segera menerbitkan sertifikat tanah atas nama PT Tjitajam sebagai pemilik yang sah. Penerbitan sertifikat itu sebenarnya sudah diperintahkan pengadilan sesuai dengan putusan hukum final dalam kasus ini.

Reynold menyebutkan ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh oleh para konsumen GCC. Konsumen yang mengambil kredit melalui BTN, bisa mengajukan gugatan perdata dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Baca Juga:  Tersangka Koruptor Kelas Kakap Rp78 Triliun Surya Darmadi Alias Apeng Menyerahkan Diri

“Dalam hal ini, BTN digugat sebagai pihak yang memfasilitasi pembiayaan atas kegiatan yang tidak sah,” ujarnya.

Adapun konsumen yang langsung transaksi dengan pengembang, lanjut Reynold, bisa melalui mekanisme kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). (Red)