Eva pun memaparkan data korupsi bahwa pelaku korupsi terbesar adalah laki-laki, karena laki-laki mendominasi posisi strategis yang memberi kesempatan untuk korupsi.
“Perempuan bukan pelaku dan bahkan korban laki-laki yang korup tetapi kemudian disalahkan. Laki-laki, yang korup itu ya karena salahnya laki-laki sendiri: lemah iman, pengecut lagi (nyalahkan istri) padahal korupsi kebanyakan motifnya keserakahan misalnya atas harta, tahta, wanita,” tegasnya.
Dia menerangkan, tuduhan Mahfud pada istri merupakan tuduhan lucu, karena laki-laki juga minta posisi kepemimpinan dalam keluarga (atas istri dan anak). Korupsi cermin kegagalan kepemimpinan diri laki-laki.
“Ketika gagal kok tidak tanggung jawab dan malah cari kambing hitam? Yang punya kesempatan dan desire to corrupt itu ya laki-laki, bukan perempuan,” terangnya.
Untuk itu, lanjutnya AMIN harus menghilangkan prasangka buruk terhadap warga negara yang selama ini masih diperlakukan sebagai kelas 2 (didiskriminasi, stigmatisasi, obyek kekerasan, marginalisasi dll) untuk naik kelas dan setara dengan laki-laki.