Kalangan pemerhati lingkungan sudah lama menyuarakan keprihatinan atas pencemaran gelas plastik. Di Change.org, situs petisi online, sebuah petisi bahkan sampai pernah mendesak Danone-Aqua, produsen air minum kemasan terbesar, menghentikan produksi kemasan gelas plastik isi 220 mililiter.
Pemicunya adalah kematian tragis seekor ikan paus sperm (Physeter macrosepalus), pada 2018, di perairan Wakatobi, Sulawesi Tengah. Ikan sepanjang hampir 10 meter itu mati terdampar dengan perut berisi enam kilogram plastik, termasuk 115 buah sampah plastik kemasan air minum gelas.
Sebagian kalangan berpendapat besarnya timbulan sampah gelas plastik itu dan efeknya yang membunuh pada lingkungan berlatar banyak hal. Ukuran cup yang relatif kecil dan harganya yang murah sehingga dianggap barang sepele. Gelas plastik, selain menyumbang volume sampah plastik yang tak terpungut, mengkonsumsi produk ini ikut memperburuk budaya manajemen sampah yang baik pada level individu.
Bagi Theodora Sutcliffe, seorang wartawati lingkungan yang menetap di Bali, persoalan lainnya adalah aturan yang kadang tidak diterapkan penuh. Dia mencontohkan pemerintah daerah Bali yang, pada 2018, mengeluarkan larangan penggunaan plastik styrofoam, sedotan plastik dan kantong keresek sekali pakai namun menutup mata terhadap peredaran air minum gelas yang semuanya disertai sedotan plastik.
“Di Bali, tidak ada kantor atau acara sosial yang selesai sebelum nampan berisi air minum kemasan gelas plastik sekali pakai Aqua beredar terlebih dahulu,” katanya.