JABARNEWS | BANDUNG – Kasus Calista, seorang bayi (15 bulan) yang tewas akibat dianiyaya oleh ibu kandungnya sendiri di Karawang mengundang pilu berbagai pihak. Calista mendapat kekerasan fisik dari ibunya hingga meregang nyawa setelah koma 11 hari akibat benturan keras dibagian kepalanya hingga menyebabkan pendarahan.
“Saya sedih sekaligus menyayangkan kejadian tersebut. Seorang ibu yang seharusnya memberikan perlindungan kepada anaknya, justru melakukan kekerasan yang berujung kematian. Himpitan ekonomi mestinya tidak menjadi penyebab orangtua bebas dan tega melakukan kekerasan pada anak. Jangan lampiaskan frustasi kita pada anak-anak,” ujar enteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, Rabu (28/3/2018).
Dia juga mengapresiasi langkah yang telah dilakukan pihak kepolisian dalam menyelesaikan kasus tersebut, serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang yang telah melakukan upaya pendampingan bagi pelaku.
Menurut Yohana, penegakan hukum tetap harus dilakukan dengan merujuk pada UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain penegakan hukum, lanjut dia, upaya pencegahan juga penting dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Penguatan keluarga melalui pembentukan Pusat Konsultasi Bagi Keluarga (PKBK) penting dilakukan pada situasi saat ini, di mana orang mudah tersulut emosi dan depresi sehingga melampiaskan ke orang terdekat temasuk anak.
Saat ini pihaknya telah membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di berbagai daerah. Yohana berharap pemerintah daerah dapat mendukung langkah ini sebagai upaya preventif mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Melindungi masa depan anak merupakan kewajiban semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Diperlukan kerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak agar terbebas dari segala bentuk kekerasan,” tegasnya. (Dan)
Jabarnews | Berita Jawa Barat