Sering Terdengar Tangisan Noni Belanda di Benteng Vredeburg

JABARNEWS | YOGYAKARTA – Berwisata ke bangunan tua yang memiliki nilai sejarah tidak selalu berkonotasi membosankan. Anggapan ini dapat ditepis jika kita berkunjung ke Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Selain menjadi ikon peninggalan Belanda, bangunan seluas 2100 meter persegi ini merupakan destinasi favorit para wisatawan lokal dan mancanegara.

Letak benteng Vredeburg berada di Jenderal A. Yani No. 6 (ujung jalan Malioboro) atau titik nol kilometer Yogyakarta. Mengingat lalu lintas di sekitar benteng yang terbilang ramai, kebanyakan para wisatawan memilih menggunakan angkutan umum untuk menuju ke museum. Kita bisa menggunakan angkutan kota Trans Jogja dari halte Malioboro 1 lalu turun di halte Benteng Vredeburg.

Pada awalnya, benteng ini bernama Rustenburg yang artinya benteng peristirahatan. Benteng ini didirikan tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I mengikuti permintaan Gubernur Belanda dari Direktur Pantai Utara Jawa, Nicolaas Harting.

Belanda minta Sri Sultan membangun Benteng Rustenburg demi alasan keamanan kawasan Keraton Yogyakarta. Padahal, tujuan sesungguhya dari Belanda adalah untuk mengetahui setiap pergerakan yang terjadi di dalam keraton. Saat awal dibangun, Benteng Vredeburg jauh dari kesan kokoh. Temboknya dari tanah dengan tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan kayu aren. Untuk atap digunakan rumput ilalang yang disusun rapi.

Benteng tersebut dikelilingi parit yang berfungsi untuk mengantisipasi serangan. Setiap empat sudut dari posisi benteng terdapat menara-menara pengawas yang dinamakan bastion (benteng pertahanan). Uniknya, setiap menara mempunyai nama masing-masing yakni; Jaya Purusa, Jaya Prayitna, Jaya Wisesa, dan Jaya Prakosaningprang. Keempat nama tersebut berasal dari Sang Sultan sendiri.

Baca Juga:  Hikmah Pandemi Covid-19, Ketua KPED: Koneksi Sosial Dan Pemulihan Ekonomi

Bergantinya gubernur Belanda, berganti pula kebijakannya. Belanda minta benteng yang lama direnovasi dalam bentuk permanen. Maka ditunjuklah seorang ahli bangunan dari Belanda bernama Ir. Frans Haak. Pembangunan benteng berlangsung dari tahun 1767 hingga akhirnya selesai pada tahun 1787.

Hampir 100 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1867 terjadi gempa bumi besar yang melanda Jogja dan Jawa Tengah. Belanda pun melakukan pemugaran terhadap bangunan Benteng Rustenburg yang rusak terdampak oleh gempa. Begitu renovasi selesai pada tahun 1867 inilah nama bangunan berubah dari Benteng Rustenburg menjadi Benteng Vredeburg yang berarti Benteng Perdamaian. Nama ini merupakan perwujudan hubungan damai antara pemerintah Belanda dengan pihak Keraton Yogya.

Fungsi dari benteng ini juga berkali-kali mengalami perubahan. Pertama, sebagai benteng pertahanan selama 1760 sampai 1830. Kedua, berganti fungsi menjadi markas bagi militer Belanda yang dilanjutkan oleh Jepang sepanjang 1830 hingga 1945. Ketiga, sejak 1945 hingga 1977 benteng ini berfungsi sebagai markas untuk militer Indonesia. Pada 9 Agustus 1980, benteng ini dialihfungsikan menjadi Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara.

Baca Juga:  Kakak Kandung TGB Zainul Majdi Juga Tinggalkan Demokrat

Selang beberapa tahun tepatnya pada 16 April 1985, benteng dipugar dan dijadikan Museum Perjuangan. Museum ini mulai beroperasi pada tahun 1987. Terakhir pada 23 November 1992, museum ini diresmikan sebagai Museum Khusus Perjuangan Nasional yang diberi nama Museum Benteng Yogyakarta.

Jadi, museum yang dibangun pada abad ke 18 ini sangat layak menjadi referensi sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama perjuangan di kota Yogyakarta. Ada berbagai diorama yang menceritakan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Tentu hal ini bagus sekali sebagai sarana wisata edukasi bagi para pelajar maupun generasi muda.

Di dalam museum terdapat diorama yang menggambarkan secara rinci proses perjuangan bangsa menuju kemerdekaan. Ada 4 bangunan diorama yang masing-masing dilengkapi dengan berbagai media penerangan sejarah. Tidak hanya itu, di setiap ruang juga terdapat koleksi foto para pejuang kemerdekaan. Yang menarik, ada pula layar sentuh yang bisa kita gunakan untuk membaca sejarah perjuangan bangsa.

Juga ada beberapa patung pahlawan terlihat di beberapa sudut museum. Umumnya, para pengunjung menyempatkan berpose di samping patung pahlawan. Koleksi sejarah yang bukan tiruan atau replika dikelola oleh museum Benteng Vredeburg antara lain berupa; perlengkapan rumah tangga, perlengkapan dapur, naskah penting, pakaian, hingga senjata yang digunakan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

Baca Juga:  Truk Seruduk Truk Di Purwakarta, Pengemudi Tewas

Melihat Penampakan Dari Dalam Benteng

Layaknya sebuah bangunan tua, pasti ada misteri atau kejadian-kejadian di luar nalar yang mengiringi. Bagi masyarakat Yogyakarta atau pedagang yang berjualan hingga pagi di sekitar wilayah benteng sudah tak asing bila mendengar atau melihat penampakan makhluk-makhluk halus yang ada di benteng.

Beberapa warga setempat mengaku pernah melihat barisan pasukan tentara Belanda di area Benteng Vredeburg. Yang seram, seluruh tentara tersebut tidak berkepala yang berbaris rapi seperti sedang melakukan barisan. Hantu pasukan tersebut akan menghilang setelah beberapa saat.

Tidak hanya itu, suara teriakan dan tangisan selalu terdenggar hingga keluar benteng, bahkan terdengar sampai ke Pasar Beringharjo. Warga setempat yang mendengarnya, meyakini bahwa suara tangisan itu merupakan jeritan hantu yang berasal dari dalam benteng.

Tak kalah seram adalah cerita noni-noni Belanda yang mengerikan. Tak sedikit yang mengaku melihat sosok wanita Belanda ini berkeliaran di sekitar komplek museum. Hantu noni Belanda ini berkaki seperti kuda. Ada saksi mata seorang tukang becak yang melihat seorang noni Belanda di Benteng Vredeburg saat tengah malam. Ketika ia menyibakkan gaunnya ternyata berkaki kuda, sehingga membuat tukang becak ini lari ketakutan. (Red)

Sumber: Indonesia.go.id