Menciptakan Surga Dunia Bagi Difabel Melalui Kota dan Pemukiman Berkelanjutan

Difabel
Ilustrasi Difabel. (Foto: iStockphoto).

4. Sampah nasional yang terkelola.

Lingkungan yang bersih menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat, termasuk warga difabel. Namun stigma negatif masih ada pada masyarakat terhadap warga difabel, karena mereka dianggap kurang mampu berkarya dan aktif dalam berperan di dalam kegiatan masyarakat terutama dalam pengelolaan sampah yang ada di lingkungan masyarakat. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ini tertuang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 pasal 5, 6, 7 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak dan wajib berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, mulai dengan kegiatan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian.

Pelibatan difabel dalam kegiatan bermasyarakat adalah pemenuhan hak mereka, bahkan mereka pasti merasa dianggap dan itu sudah merupakan “surga dunia” bagi mereka. Mengutip dari antaranews, pemberdayaan anak berkebutuhan khusus dapat dilatih mengolah sampah plastik menjadi “ecobricks” atau batu bata ramah lingkungan. Dan itu sudah dibuktikan melalui pelatihan terhadap anak berkebutuhan khusus yang berlangsung di Roemah Difabel Semarang, yang dilakukan kelompok mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Undip dengan menggandeng Komunitas Bank Sampah Lestari Magenta (2018). Langkah ini dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi lainnya, apakah ingin meniru pengolahan sampah plastik atau ada metode lain agar sampah nasional terkelola.

Baca Juga:  Ini Alasan PPP Beri Peluang Difabel untuk Maju Jadi Caleg di Pemilu 2024

Kegiatan pengolahan sampah plastik selain mampu memberdayakan difabel, juga mampu meningkatkan perekonomian mereka karena ecobricks ini mempunyai nilai jual, bukan hanya sekadar mampu melatih keterampilan difabel saja. Kegiatan ecobricks inipun membuat difabel semakin percaya diri, merasa diterima dan diakui keberadaannya di masyarakat, dan hal tersebut dapat menjadi “surga dunia” bagi difabel.

Baca Juga:  Soal MoU Kejaksaan dengan Kepala Desa di Garut, Asep Ancam Lapor KPK

5. Materi partikulat halus dan Tujuan Indeks kualitas udara.

Partikulat (Wikipedia) merupakan partikel halus, dan jelaga-merupakan subdivisi kecil dari material padat tersuspensi dalam gas atau cair. Partikulat adalah bentuk polusi udara. Informasi kualitas udara (BMKG.go.id) berupa konsentrasi partikulat mempunyai Nilai Ambang Batas (NAB) PM2.5. Semua masyarakat tanpa mendiskriminasikan difabel harus berada pada situasi NAB normal tersebut.

Bagaimana caranya? Beberapa partikulat secara alami, seperti yang berasal dari gunung berapi, badai pasir, dan kebakaran hutan. Kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan, pembangkit listrik dan berbagai industri juga menghasilkan sejumlah besar partikulat. Pembakaran batubara di negara berkembang adalah metode utama untuk pemanasan rumah dan memasok energi.

Baca Juga:  34 Narapidana Terorisme Lakukan Ikrar Setia Pada NKRI di Lapas Gunung Sindur

Rata-rata di seluruh dunia, aerosol antropogenik (yang dibuat oleh aktivitas manusia) mencapai sekitar 10 persen dari total jumlah aerosol di atmosfer kita. Peningkatan kadar partikel halus di udara terkait dengan bahaya kesehatan seperti penyakit jantung, fungsi paru-paru dan kanker paru-paru. Maka sebagai bentuk perhatian lebih, jika faktanya terdapat suatu wilayah yang mengalami kadar partikel halus, semua masyarakat termasuk difabel harus segera dievakuasi melalui standar prosedur yang ada, dan fasilitas yang ramah evakuasi untuk difabel.