Menciptakan Surga Dunia Bagi Difabel Melalui Kota dan Pemukiman Berkelanjutan

Difabel
Ilustrasi Difabel. (Foto: iStockphoto).

6. Penduduk yang mengalami kejahatan kekerasan.

Perempuan dan anak perempuan memiliki kerentanan berlapis terhadap kekerasan seksual, terutama terjadi pada perempuan dan anak perempuan difabel. Peran penegak hukum sangat diperlukan, namun hal tersebut berbanding terbalik, situasinya malahan aparat penegak hukum memandang jalan penyelesaian bagi kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan difabel lebih baik diselesaikan secara non yudisial, sebab kondisi difabel dipandang identik dengan keterbelakangan intelektual dan mental atau kebodohan.

Perlindungan terhadap kaum difabel di Indonesia, masih dianggap kurang sampai hari ini. Berbeda dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS), misalnya ada Undang-Undang (UU) khusus untuk melindungi difabel yang bernama The American with Disabilities Act. UU ini berisi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan bagi difabel di bidang pendidikan.

Baca Juga:  Ramadhan, Bulan Kesadaran Bahwa Allah Awasi Tindak Kejahatan Korupsi  

Untuk pencegahan kejahatan kekerasan baik bagi perempuan atau laki-laki difabel, ada beberapa prinsip yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia. Dengan mencontoh negara Belanda, Indonesia dapat berperan kepada korban difabel berupa pemberian santunan agar nilai keseimbangan antara korban dan pelaku lebih terjamin. Untuk pelakunya dapat diproses secara hukum melalui pengadilan, korban pun mendapat santunan hingga rehabilitasi yang dapat mengembalikan korban ke posisi normal seperti semua baik jasmani maupun rohani. Hal ini disebut orientasi Services Model dengan memberikan pelayanan publik yang baik.

Baca Juga:  Ini Alasan PPP Beri Peluang Difabel untuk Maju Jadi Caleg di Pemilu 2024

Surga Dunia Bagi Difabel

Pemenuhan hak difabel untuk menciptakan “surga dunia” bagi difabel. Hal tersebut dikarenakan sebagai individu, difabel membutuhkan lingkungan yang aman, pengakuan, penerimaan dan kasih sayang dari siapapun. Sebagai anggota keluarga, perlakuan yang tidak diskriminatif dan wajar sangat diharapkan dari anggota keluarga yang lain. Sebagai makhluk sosial, keberlangsungan hidup difabel membutuhkan perhatian dari orang di sekitarnya, karena masih tetap butuh rasa aman dan kasih sayang. Sebagai bagian dari masyarakat, disabilitas memiliki kesempatan yang sama dengan melibatkan mereka ke dalam organisasi.

Selain itu, dalam bentuk kebutuhan pelayanan publik, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk menggunakan fasilitas publik yang memadai dan membantu mereka dalam menjalankan segala aktivitasnya. Berdasarkan kelima kebutuhan pelayanan tersebut, fasilitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih sangat terbatas.

Baca Juga:  Peran Kanwil DJPb Provinsi Jabar dalam Mendorong UMKM Bangkit dari Dampak Pandemi

Sebetulnya Indonesia sudah memiliki perangkat hukumnya, namun implementasinya sangat lemah. Harapannya implementasi UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, dapat segera direalisasikan seratus persen, agar difabel dapat merasakan “surga dunia”, sebelum surga sesungguhnya nanti. ***

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis