Refleksi Ramadhan Berkebudayaan di Tunisia

Universitas Zaitunah Tunisia
Mahasiswa Universitas Zaitunah Tunisia Nata Sutisna. (Foto Istimewa).

Ibnu Khaldun, Bapak Peradaban Tunisia, dalam kitabnya ‘Al-Muqaddimah’ mengatakan, ‘al-Insanu Madaniyyun bi al-Thabi’, yang maknanya adalah setiap manusia membutuhkan manusia lainnya. Teori itu mengajak kepada kita agar hidup bermasyarakat, gotong-royong, peduli, dan berempati kepada sesama. Itulah yang dilakukan oleh Sidi Ali Azzouz, seorang ulama sufi dari Zaghouan, Tunisia.

Baca Juga:  NU Sejak Awal Ikut Aktif Berantas Korupsi dari Perspektif Islam

Menginap di kota Zaghouan selama tiga hari, saya juga ikut menonton pagelaran budaya yang diselenggarakan di Bab Al-Kous, pusat kota Zaghouan dengan nama, Pameran Khazanah Lokal. Acara ini dihadiri oleh para seniman dan seluruh warga kota Zaghouan, dari mulai anak-anak sampai dewasa.

Menariknya, selain dimeriahkan oleh penampilan shalawat, kegiatan malam ramadhan ini juga dimeriahkan dengan karya lukisan dan kerajinan tangan yang dipamerkan oleh para seniman asal Zaghouan. Nuansa Ramadan itu tidak hanya meriah, namun juga membawa berkah bagi para pelaku UMKM di kota Zaghouan.

Baca Juga:  Wajah Purwakarta dan Visi Pembangunan Semu

Ramadan di Tunisia begitu bermakna dan bernuansa kebudayaan. Saya belajar, bahwa mengekspresikan kebaikan itu tidak hanya terbatas pada ruang-ruang ibadah formal saja, tetapi ada banyak pilihan ibadah fungsional yang juga bisa kita tunaikan. Karena sejatinya, Ramadan merupakan momentum agar kita berlomba-lomba dalam menebar banyak kebaikan, salah satunya melalui jalan kebudayaan.***

Baca Juga:  Dinkes Kota Bogor Targetkan 83.416 Orang dapat Vaksin Covid-19 Hingga Akhir Ramadhan

Tulisan Ini Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis