Refleksi Ramadhan Berkebudayaan di Tunisia

Universitas Zaitunah Tunisia
Mahasiswa Universitas Zaitunah Tunisia Nata Sutisna. (Foto Istimewa).

Begitu pun di Tunisia. Saya merasakan langsung betapa masyarakat Muslim Tunisia sangat menghormati dan menjaga kebudayaannya. Mereka beragama tanpa anti terhadap budaya lokal dan saling hormat-menghormati satu sama lain, yang dalam bahasa Sukarno disebut ‘bertuhan secara berkebudayaan’, atau dalam gagasan Gus Dur disebut dengan ‘Pribumisasi Islam’, yakni nilai-nilai universal Islam dibumikan ke dalam budaya masyarakat.

Selain itu, saya juga terkesan dengan semarak masyarakat Tunisia memeriahkan malam ke-27 Ramadhan. Mereka meyakini bahwa malam ke-27 Ramadan merupakan malam puncak Lailatul Qodar. Di malam tersebut, masyarakat Tunisia mendatangi dan memenuhi masjid-masjid, terutama Masjid Zaitunah — masjid yang berdiri di jantung kota Tua Tunis sejak akhir abad ke-7 — untuk melaksanakan shalat tarawih dan khataman al-Qur’an yang dipimpin langsung oleh imam tarawih pada setiap bacaan rakaat shalatnya.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Jawa Barat Hari ke 6 Ramadhan

Yang membuat saya semakin terkesan adalah, bahwa setelah masyarakat Tunisia menunaikan shalat tarawih dan doa bersama, Pemerintah Tunisia di bawah Kementerian Kebudayaan dan Kementerian Pariwisata memberikan pertunjukkan cahaya lampu yang disorotkan kepada menara masjid sebagai hiburan dan promosi wisata kota Tua Tunis. Tak hanya itu, Kementerian Kebudayaan Tunisia juga menggelar pagelaran musik dan tarian sufi yang dipandu oleh seniman Sami Al-Lajmi di kawasan Istana Kota (Qasr al-Baladiyah), dekat masjid Zaitunah.

Baca Juga:  Menciptakan Surga Dunia Bagi Difabel Melalui Kota dan Pemukiman Berkelanjutan

Sehingga, setelah masyarakat Tunisia menghayati suasana ibadah Ramadan secara khusyuk dan khidmat, mereka dapat menikmati suasana Ramadhan yang meriah dengan pagelaran musik dan tarian Sufi. Masyarakat Tunisia hanyut ke dalam lantunan syair, shalawat, dan bacaan kaum sufi yang dilantunkan oleh Al-Lajmi. Saya menyaksikan langsung betapa keberkahan Ramadan di Tunisia betul-betul hidup dan bermakna, sehingga dirasakan kebaikannya oleh semua orang.

Baca Juga:  Jelang Ramadhan Pemkot Bandung Gelar Pasar Mura

Maka itu, menurut saya, keberkahan Ramadan tidak saja dimaknai sebagai bulan yang di dalamnya segala pahala amal saleh dilipatgandakan, namun juga dapat dimaknai sebagai bulan yang di dalamnya memberikan kebaikan yang seluas-luasnya dan terus bertambah kepada siapa pun (ziyadat al-khair).