Refleksi Ramadhan Berkebudayaan di Tunisia

Universitas Zaitunah Tunisia
Mahasiswa Universitas Zaitunah Tunisia Nata Sutisna. (Foto Istimewa).

Penulis: Nata Sutisna (Mahasiswa Universitas Zaitunah Tunisia)

RAMADHAN menempati tempat khusus di hati masyarakat Tunisia. Selain sebagai bulan yang dijadikan momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama, Ramadan di Tunisia dihiasi dengan semarak pagelaran seni budaya yang dimeriahkan setiap malam selama bulan Ramadan.

Tahun ini, Kementerian Kebudayaan Tunisia menggelar program budaya edisi kedua yang diberi nama, ‘Ramadan fil Madinah’, yang artinya ‘Ramadan di Kota’ atau ‘Ramadan a la Cité’ dan diselenggarakan sejak awal sampai akhir Ramadan di Kota Budaya (Madinah Tsaqofah), Tunis. Saya pun turut serta menikmati pagelaran budaya tersebut, yang terdiri dari ; pagelaran musik dan tari, pertunjukan teater, dan pemutaran film.

Baca Juga:  Barang Ekstrakomptabel dalam Penatausahaan Barang Milik Negara

Yang menarik perhatian saya adalah setiap seniman atau artis yang tampil pada pagelaran budaya itu memiliki ciri khas masing-masing. Mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan pesan kemanusiaan (risalah al-insaniyyah) melalui karyanya.

Baca Juga:  Satpol PP Bogor Razia Kontrakan Tempat Prostitusi Jelang Ramadhan, Hasilnya Tak Terduga!

Misalnya, Lotfi Bouchnak, seorang penyanyi dan komposer legendaris asli Tunisia, melalui karyanya, ia mampu menyampaikan spirit cinta tanah air, gotong-royong, perdamaian, dan optimisme. Di antara lagu-lagunya yang patriotik dan mengajak untuk cinta tanah air adalah berjudul, Ana Mouwaten (Saya seorang Anak Bangsa), Ana Al Arabi (Saya seorang Bangsa Arab), Yahia Essalem (Hidup damai), Ya Al-Khadra (Wahai yang Hijau), dan lain-lain. Adapun selain itu, ia juga menulis lagu-lagu cinta dan shalawat Nabi.

Baca Juga:  Cinta Lingkungan ala Milenial Tunisia

Sebagai seoran seniman, Lotfi Bouchnak telah menginspirasi banyak orang, khususnya masyarakat Tunisia. Ia mampu menebar prinsip dan nilai-nilai Islam yang penuh kebaikan, cinta, dan kasih sayang dengan jalan bermusik. Hal ini mengingatkan saya pada kisah Wali Songo yang senantiasa disampaikan oleh para guru ketika di Pondok Pesantren, bahwa Wali Songo menjadikan kebudayaan sebagai infrastruktur dalam berdakwah dan membangun peradaban.