Fantastis! Covid-19 Sudah Tinggalkan Utang Untuk Jabar Rp4 Triliun

JABARNEWS | BANDUNG – Selain meluluhlantakkan sektor ekonomi, pandemi Corona Virus Desease-19 (COVID-19) meninggalkan beban utang cukup besar bagi warga dan pemerintah Jawa Barat (Jabar) yang nilainya fantastis hingga Rp4 triliun.

Beban tersebut hadir bermula dari kebijakan pemerintah pusat dimana semua kepala daerah diberi otoritas penuh untuk melakukan refocusing kegiatan sekaligus realokasi anggaran.

Artinya, para kepala daerah diberi otonomi penuh terkait perubahan APBD. Landasan yuridisnya adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Perppu tersebut kemudian diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 .

“Jawa Barat pun untuk pertama kalinya melakukan perubahan APBD murni hingga lima kali. Semua perubahan itu dikaitkan dengan penanggulangan wabah yang semula berasal dari Wuhan-Cina tersebut,” ujar Anggota DPRD Jabar, Daddy Rohanady, Kamis (11/2/2021).

Menurut Daddy, perubahan tersebut menggeser alokasi anggaran di semua organisasi perangkat daerah (OPD) yang jumlahnya triliunan rupiah untuk penanganan kesehatan dan jaring pengaman sosial (social safety net).

Baca Juga:  DKI Mulai Berlakukan PTM 100 Persen

“Jawa Barat, seperti halnya beberapa daerah lain, tergolong daerah yang terdampak Covid-19 cukup parah. Di sisi lain banyak program/kegiatan yang masih membutuhkan pembiayaan,” katanya.

Di tengah kondisi itu, lanjut Daddy, PT Sarana Multi Infrasruktur (SMI), salah satu perusahaan plat merah di bawah Kementerian Keuangan menawarkan utang untuk mengatasi fiscal gap tersebut.

“Jadilah pertama kali dalam sejarah ada nomenklatur baru dalam struktur APBD: Pinjaman Daerah alias utang,” ujarnya.

Sejatinya, utang tersebut dilakukan dalam konteks pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pasalnya, Jabar ditawari utang karena dianggap terdampak Covid-19 cukup parah.

“Ada satu faktor lagi sebenarnya yang membuat utang itu terjadi, yakni kepala daerah dan DPRD-nya menerima tawaran utang tersebut. Andai satu dari dua pihak itu tidak mau menerima berutang sebagaimana yang terjadi di Jawa Tengah, pasti tak akan ada nomenklatur Utang dalam APBD Jabar. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Namun, tidak berarti keputusan tersebut tanpa perdebatan alot,” papar dia.

Baca Juga:  Soal Tugu Desa Perbatasan Jabar-Banten, Ini Kata Uu Ruzhanul Ulum

Keputusan tersebut tentu meninggalkan konsekuensi dimana dalam APBD Jabar, minimal 8 tahun ke depan, akan tertera nomenklatur Pengembalian Pinjaman Daerah. Tenor pengembalian itu sesuai dengan kesepakatan antara Pemprov Jabar dan PT SMI. Baca juga: Resesi, Ekonomi Jabar Triwulan III/2020 Masih Minus 4,08 Persen

“Utang Jabar ke PT SMI secara total Rp4 triliun. Utang tersebut terbagi dua, Rp 1,8 triliun untuk APBD perubahan 2020 dan Rp2,2 triliun untuk APBD murni tahun 2021,” beber Daddy.

Semua kegiatan yang dibiayai utang pasti menjadi bagian dari APBD yang dibahas di Badan Anggaran dan disepakati di rapat paripurna DPRD. Oleh karena itu, fungsi anggaran DPRD mestinya dijalankan secara cermat.

Baca Juga:  12 Kelompok Obrog Cidenok Tetap Rukun

“Sayangnya, dengan alasan waktu yang sangat mepet, hal itu juga tidak terjadi,” katanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar itu mengingatkan, agar hati-hati dengan utang PEN. Ada dua alasan terkait peringatannya itu. Pertama, utang pasti harus dibayar. Apapun yang terjadi, utang harus dikembalikan kepada si pemberi utang.

Kedua, andaikan pekerjaannya mangkrak, pekerjaan itu tidak memberi manfaat apapun bagi masyarakat. Lagi-lagi padahal biaya sudah dikeluarkan. Jadi, semua kegiatan yang dibiayai utang harus diawasi dengan ekstra ketat.

Daddy menekankan, utang tersebut diberikan dalam terminologi PEN, dalam hal ini ekonomi Jabar . Artinya, program/kegiatan yang dibiayai utang PEN semestinya diarahkan untuk pemulihan ekonomi Jawa Barat.

“Di sini letak fungsi pengawasan yang dimiliki dewan harus dibuktikan. Pengawasan tersebut harus dilakukan ekstra ketat karena utang harus dikembalikan. Utang tersebut juga akan menjadi beban seluruh rakyat Jawa Barat, termasuk gubernur dan DPRD berikutnya,” tandasnya. (Red)