Ini Kata Dubes RI Soal Kasus Deportrasi Habib Rizieq Shihab

JABARNEWS | JAKARTA – Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab terancam dideportasi dari Arab Saudi. Pemicunya adalah visa yang digunakan Rizieq untuk tinggal di Saudi selama ini telah kadaluarsa.

KBRI di Riyadh menyatakan siap membantunya jika menghadapi persoalan keimigrasian maupun permasalahan lainnya.

Keterangan siap memberikan pendampingan bagi Habib Rizieq itu disampaikan secara tertulis oleh Dubes RI di Kerajaan Arab Saudi (KAS) Agus Maftuh Abegebriel, Jumat (28/9).

Agus mengatakan, pendampingan, perlindungan, dan pengayoman merupakan tugas perwakilan Indonesia yang ada di luar negeri. ’’KBRI akan selalu menghadirkan negara guna melindungi seluruh WNI di KAS,’’ tuturnya seperti dikutip jpnn.com.

Hasil penelusuran KBRI Riyadh, saat ini visa yang digunakan Habib Rizieq telah melewati batas waktu alias kadaluarsa. Dia selama ini menggunakan visa ziyarah tijariyyah atau visa kunjungan bisnis. Sesuai dengan jenisnya, visa yang dipegang Habib Rizieq tersebut tidak bisa digunakan untuk bekerja (not permitted work).

Baca Juga:  Ketua DPRD Jabar: Program Oase Kabinet Kerja Sangat Bermanfaat

Visa Habib Rizieq tersebut bersifat multiple atau beberapa kali keluar masuk Saudi. Dengan izin tinggal selama 90 hari untuk setiap entry atau masuk Saudi.

Informasi dari KBRI Riyadh, visa Habib Rizieq sejatinya sudah kadaluarsa pada 9 Mei 2018 lalu. Tetapi kemudian diperpanjang hingga akhir masa tinggal (intiha’al-iqamah) sampai 20 Juli 2018.

Untuk bisa memperpanjang visanya, Habib Rizieq diharuskan untuk keluar Saudi dahulu untuk mengurus proses administrasi.

’’Karena keberadaan HRS sampai hari ini masih berada di KAS, maka sejak tanggal 8 Dzulqa’dah 1439 H atau 21 Juli 2018, sudah tidak memiliki izin tinggal di KAS,’’ urai Agus.

Baca Juga:  Polres Majalengka Tangkap 3 Penadah, 17 Sepeda Motor Diamankan

Informasi dari KBRI Riyadh tersebut juga menyinggung keberadaan sanksi deportasi. Untuk diketahui sanksi deportasi akibat overstayer di Arab Saudi berujung pada blacklist selama lima tahun. Selain itu juga ada denda 15 ribu riyal atau sekitar Rp 59,5 juta.

Agus menjelaskan pendeportasian tidak bisa dilakukan serta merta. Apalagi jika pelanggaran imigrasi masih terkait dengan permasalahan hukum di Saudi.

Misalnya mulai pelanggaran ringan seperti denda lalu lintas. Hingga pelanggaran berat seperti perampokan, pembunuhan, kejahatan perbankan, penghasutan, ujaran kebencian, terorisme, dan sejenisnya.

Untuk pelanggaran berat, maka yang bersangkutan proses pendeportasiannya menunggu setelah selesai menjalani hukuman di Saudi.

Baca Juga:  Mantul! Desainer Bandung Ciptakan Masker Kekinian dengan Kearifan Lokal

Saudi sendiri sangat tegas dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku pelanggaran keimigrasian. Selain itu sifat hukumannya adalah mutlak.

’’KSA adalah negara paling sibuk di dunia dalam melakukan operasi deportasi bagi WNA para pelanggar keimigrasian,’’ jelasnya. Bentuk hukuman dari deportasi itu malah bisa berupa blacklist tidak boleh masuk lagi ke Saudi selama lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Bahkan di Saudi juga ada skema pelarangan masuk bagi WNI yang berdurasi seumur hidup. Proses deportasi oleh pemerintah Saudi selalu didahului dengan penahanan di penjara imigrasi. Sambil menunggu proses pemulangan yang prosesnya bisa memakan waktu sampai satu tahun. (Abh)

Jabarnews | Berita Jawa Barat