DEEP Indonesia: Marak Baliho Elite Politik Hanya Akan Jadi Sampah Visual

JABARNEWS | BANDUNG – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyatakan bahwa pemasangan baliho elit partai hanya akan menjadi sampah visual.

“Memang, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum juga mereda, kita tahu ternyata tak menyurutkan para elit partai untuk melakukan manuver politik,” kata Neni dalam keterangannya, Rabu (11/8/2021).

Dalam rangka mencari dukungan kepentingan pemilihan serentak nasional 2024, menurut dia, sungguh tak elok di saat kondisi pandemi memburuk, elit politik malah melakukan hal-hal yang di luar nalar. 

“Pemasangan baliho siapapun sangat membuat ruang publik kita menjadi sesak dan sama sekali tidak ada urgensinya. Tidak ada maksud lain, pemasangan baliho itu hanya untuk pencitraan, menaikkan popularitas untuk pemilu 2024,” katanya.

Baca Juga:  Idul Adha Sebulan Lagi, Penjualan Hewan Kurban Mulai Marak

Padahal, kata dia, semarak pemasangan baliho itu hanya akan menjadi sampah visual. Neni Nur Hayati menyebutkan corat-coret baliho Puan Maharani di sejumlah daerah sebagai faktanya.

“Ini menandakan bahwa di mata warga pemasangan baliho itu tak lain hanya sebatas iklan. Publik memaknai iklan tersebut hanyalah sebatas janji belaka, para elit politik hanya datang dan memberikan janji dalam menjelang momentum pemilihan serta kepentingan politik,” tuturnya.

Baca Juga:  Polisi Yang Tendang Seorang Ibu, Dicopot Dari Jabatannya

Alih-alih berkontribusi konkrit kepada masyarakat di tengah pandemi Covid-19, menurut dia, pemasangan baliho tak memberikan dampak apapun bagi elit politik. Selain, hanya untuk beriklan. 

“Puan (Maharani) misalnya, apa ada kontribusi real untuk pengarusutamaan kepentingan perempuan dan anak di era pandemi? Menyapa rakyat lewat baliho sama sekali tak memberikan dampak positif apapun,” kata Neni, yang juga aktivis perempuan dan anak.

Menurut dia, pemasangan baliho adalah contoh strategi komunikasi politik yang kurang efektif. Alasannya, hal itu tidak membuka dan memberikan ruang dialog kepada masyarakat melalui komunikasi. 

Baca Juga:  Babak Pertama Persib Lawan PSS Sleman, Maung Bandung Tertingal 0-1

“Padahal jalan dialog ini sangat baik apalagi mendengarkan keluh kesah rakyat. Bukan melalui benda mati yang memperlihatkan narsisme,” ujar Neni Nur Hayati.

“Baliho itu hanya iklan. Layaknya sebuah iklan politik didesain dengan begitu istimewa, baik dan indah, tetapi keberadaannya tidak tertata dengan baik, sehingga merusak tatanan ruang sosial dan tertib ruang publik,” sambungnya.

Dia menambahkan, seorang pemimpin seharusnya punya kemampuan mendengarkan masyarakat. Hal itulah yang menjadi keterampilan yang lebih penting dari berbicara dan memasang iklan politik. (Red)