Menteri PPPA: Hukuman Kebiri Kimia Kejahatan Asusila Sudah Final

JABARNEWS | BANDUNG – Kebiri kimia mulai jadi perbincangan belakangan terakhir ini, namun pelaksanaan hukuman kebiri kimia sendiri sempat menuai penolakan, salah satunya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI menolak menjadi eksekutor karena menganggap bahwa suntik kebiri adalah sesuatu yang bertentangan dengan kode etik dan sumpah profesi dokter.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan asusila terhadap anak berupa kebiri melalui suntik kimia sudah final dan mengikat semua pihak.

Baca Juga:  Hati-Hati Bahaya Gadget Bagi Anak

“Pemberatan hukuman tertuang dalam Undang-Undang yang sudah final dan semua pihak harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut,” kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Undang-Undang yang dimaksud Yohana adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Baca Juga:  Berikut Ramalan Zodiak Cancer untuk Hari Ini

Karena itu, Yohana memuji Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan vonis dengan pemberatan hukuman bagi terdakwa kasus kekerasan seks terhadap anak.

“Sembilan anak di Mojokerto menjadi korban kejahatan seks, dilecehkan. Pengadilan Negeri Mojokereto adalah pengadilan yang pertama kali mengeluarkan keputusan penjatuhan hukuman tambahan. Saya mengapresiasi itu,” tuturnya.

Yohana mengaku tahu pemberatan hukuman berupa hukuman kebiri kimia menimbulkan pertentangan, terutama dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Baca Juga:  Kebocoran Data 270 Juta WNI di BPJS Kesehatan Masuki Tahap Penyidikan

“Namun, Undang-Undang sudah keluar dan sudah final. Undang-Undang tersebut sudah cukup kuat. IDI harus tunduk pada Undang-Undang. Kalau melawan berarti melanggar Undang-Undang,” katanya.

Yohana mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seks terhadap anak menjadi peringatan bagi para pelaku lainnya. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 merupakan wujud perlindungan negara kepada anak-anak yang rentan menjadi korban kekerasan. (Red)

Jabar News | Berita Jawa Barat