JABARNEWS | CIANJUR – Ramadan kali ini adalah tahun pertama bagi Stephen Sanjaya (19) menjalankan ibadah puasa. Sebelum sampai pada keputusan menjadi mualaf, perjalanan panjang dilewati Stephen.
Stephen pernah hidup dalam kebingungan karena kedua orangtua yang berbeda agama. Ayahnya beragama Katolik dan ibunya memeluk agama Islam. Itu membuat pria yang tinggal di Kampung Rawa Belut, Desa Cibadak, Kecamatan Pacet, Cianjur ini merasa tidak memiliki pegangan yang jelas.
“Saat saya pulang kampung ke keluarga mamah, saudara dari mamah menyuruh saya mengaji, salat dan pergi ke masjid. Dan saat pergi ke saudara papa pun saya disuruh pergi ke gereja. Sayapun mengikuti kedua hal itu,” kata Stephen, dikutip Radar Cianjur, Sabtu (19/5/2018).
Saat usianya menginjak 17 tahun, Stephen merasa dirinya sudah dewasa dan mulai memutuskan untuk memilih salah satu agama dari kedua orangtuanya. Dua kalimat syahadat dia ucapkan dan menandakan dirinya telah menjadi seorang muslim.
“Saat saya sudah menentukan agama saya, alhamdulillah respon mereka baik semua dan gak neko-neko. Saya yakin Allah SWT menyayangi saya. Dia beri jalan untuk saya kembali pada jalan-Nya. Setelah masuk Islam hidup saya menjadi lebih bahagia dan terarah,” ujar Stephen.
“Yang jelas saya senang dan bangga masuk Islam karena menjadi salah satu bukti kebaikan Allah telah tuntun saya,” tambahnya.
Pengalaman yang tak pernah dia rasakan sebelumnya pun akhirnya dia alami, seperti berpuasa di bulan Ramadhan.
Dikatakannya, dia merasa kaget saat pertama menjalankan puasa.
“Laper dan haus banget. Sempet pengen buka tapi alhamdulillah godaan-godaan itu pergi. Temen-temen juga ada yang gak puasa waktu itu dan mereka cuek-cuek aja makan di depan saya. Meski mereka nawarin tapi tetep saya tolak, itulah godaan terbesar saya melihat orang makan,” ungkap Stephen. (Des)
Jabarnews | Berita Jawa Barat
