Dia menjelaskan, tantangan di masa remaja ini tidaklah mudah, apalagi data menunjukan bahwa di Indonesia masih memiliki prevalensi stunting yang tinggi, 20,2 persen pada Tahun 2022 dan masih diatas angka standar yang ditoleransi WHO yaitu dibawah 20 persen.
Kondisi ini menjadi tantangan karena pada tahun 2030-2040 mendatang Indonesia memasuki periode Bonus Demografi. Dimana pada periode ini akan benar-benar menjadi keuntungan jika penduduk usia produktifnya berkualitas.
“Percepatan penurunan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan dan intervensi yang dilakukan dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah dengan memastikan setiap calon pengantin/calon pasangan usua subur berada dalam kondisi idela menikah dan hamil,” jelasnya.
Menurut Beliau, penurunan stunting harus mulai dilakukan dari hulu, yaitu dari jauh sebelum memasuki fase menjadi calon pengantin, dalam hal ini dimulai dari remaja. Karena merekalah yang akan menjadi calon orang tua di masa depan, yang akan melahirkan keturunan-keturunan yang berkualitas.
Berkaitan dengan hal tersebut BKKBN melalui Direktorat Bina Ketahanan Remaja, mulai melakukan sosialisasi dan edukasi kepada remaja usia 15-19 tahun, tentang pentingnya pemenuhan gizi dan terbebasnya remaja dari anemia.