“Masyarakat sampai hari ini masih banyak yang tidak mengetahui talasemia itu apa, ada yang berpikir penyakit ini menular, itu salah, ini murni faktor genetik. Ini bisa dicegah, masalahnya kalau enggak dicegah, semakin lama, semakin berat beban negara dan pemerintah, terutama BPJS,” terangnya.
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan sebelum menikah. Jika hasilnya menunjukkan adanya pembawa sifat, disarankan untuk mencari pasangan yang normal.
“Kalau bertemu dengan pasangan pembawa sifat juga, akan lahir talasemia mayor, yaitu anemia yang harus menjalani transfuse darah dan itu membutuhkan biaya mahal,” tambahnya.
Sementara itu Ketua STFI, Dr. apt Adang Firmansyah, menambahkan bahwa skrining ini penting untuk mencegah ledakan kasus talasemia di Indonesia.
“Talasemia ini karena belum banyak yang ter-skrining, ini hidden dan bisa jadi gunung es sebetulnya, karena yang ketahuan baru sedikit. Bahkan, orang banyak yang tidak tahu, penderita hanya 12 – 20 ribu tapi habiskan BPJS Rp600 miliar, satu orang bisa habiskan Rp400 juta untuk transfuse darah,” jelas Adang.
STFI berharap kegiatan skrining ini dapat diadopsi oleh institusi pendidikan lain dan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap talasemia serta melakukan pencegahan lebih dini.
“Pada tahun 2016 itu cuma sekitar 6 ribu, sekarang 12-20 ribu. Dulu urutan ke lima, sekarang ke empat,” tutur Adang. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News