“Inilah yang dimanfaatkan para pengusaha yang biasa kita sebut tengkulak,” tuturnya.
“Dengan skema berbeda-beda tengkulak melakukan secara cara agar kepentingan bisnis mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kebutuhan hidup dasar masyarakat sekitar hutan,” tambahnya.
Deddy menyebut, praktek tersebut banyak terjadi dibeberapa daerah dengan segala macam produk. “Kita ambil satu sampel produk di kawasan sekitar hutan seperti getah pinus di Jawa Barat,” ucapnya.
Fakta yang terjadi keuntungan yang dihasilkan dari produk getah Pinus tersebut jika di persentasekan keuntungan kotor petani hanya dapat 15 persen, lalu 25 persen kotor didapatkan pihak pengepul yang sedikit mengeluarkan Modal. Sisanya 60 persen didapat oleh pengusaha dengan tanpa resiko.
Lalu apakah ini yang namanya pemberdayaan? Kami lebih tepat menggunakan kata perbudakan. Kenapa istilah itu kami gunakan? Karena masyarakat hutan dipaksa tidak berdaya dan tidak banyak para pengusaha menggunakan kekuatan modal dan aparat jika ada pembangkangan perbudakan yang dirasakan terjadi,” tandasnya. (Red)